Menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan indikator komposit yang mengukur capaian pembangunan manusia dari tiga dimensidasar yaitu Kesehatan, Pendidikan dan Standar hidup. Lalubagaimana tentang tingkat IPM Provinsi Maluku Utara?

Dilihat dari perkembangannya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku Utara dalam beberapa tahun mengalamipeningkatan. Tahun 2023 IPM Maluku utara sebesar 70.98, padatahun 2024, IPM naik mencapai 71,84atau meningkat 1,21 persen dari tahun sebelumnya, dan pada tahun 2025 angkanyakembali naik menjadi 72,52.Pemerintah daerah menyambutnyadengan penuh optimisme, seolah-olah kenaikan ini adalah buktibahwa pembangunan berjalan di jalur yang benar. Namun, pertanyaannya sederhana: apakah masyarakat benar-benarmerasakan perubahan itu, atau kita hanya sedang merayakanangka di atas kertas?.

Kenaikan IPM memang terlihat impresif, tetapi kita perlujujur: basis awal Maluku Utara masih rendah. Ketika angka awalkecil, kenaikan sekecil apa pun akan tampak besar secarapersentase. Ini seperti menaikkan gaji dari Rp1.000 menjadiRp2.000—naiknya 100 persen, tetapi apakah itu berartisejahtera? Tentu tidak. Begitu pula dengan IPM.

Lebih jauh, kenaikan IPM Maluku Utara selama 2020–2025 rata-rata hanya 0,91 persen per tahun. Angka ini menunjukkanbahwa laju pembangunan manusia kita masih berjalan pelan, bahkan cenderung stagnan jika dibandingkan dengan tantangan yang dihadapi masyarakat di lapangan.

Ketimpangan antarwilayah juga semakin memperjelas bahwa kenaikan IPM belum tentu mencerminkan pemerataan. Kota Ternate masih menjadi penyumbang terbesar, sementara kabupaten lain tertinggal jauh. Jika pembangunan hanya terkonsentrasi di satukota, maka kenaikan IPM provinsi hanyalah ilusi kemajuanangka naik, tetapi ketidaksetaraan tetap menganga.

Pada sektor pendidikan, rata-rata lama sekolah memangmeningkat. Namun, apakah kualitas pembelajaran ikut naik?Banyak sekolah di kabupaten terpencil masih kekurangan guru, fasilitas minim, dan akses teknologi terbatas. Jika mutu tidakdiperbaiki, maka peningkatan angka pendidikan hanyalahkemasan statistik, bukan peningkatan kapasitas manusia.

Baca Juga:SOSIOLOGI BALI

Di sektor kesehatan, harapan hidup memang naik, tetapiakses layanan kesehatan masih timpang. Banyak warga di pulau-pulau kecil harus menempuh perjalanan panjang hanya untukmendapatkan layanan dasar. Kenaikan angka kesehatan dalamIPM bisa jadi lebih mencerminkan perbaikan pencatatanadministratif ketimbang perbaikan layanan nyata.

Sementara itu, pada dimensi ekonomi, pendapatan per kapitameningkat, tetapi daya beli masyarakat belum tentu ikut naik.Harga kebutuhan pokok di Maluku Utara relatif tinggi karenadistribusi yang sulit. UMKM masih berjuang dengan aksesmodal dan pasar. Jika pendapatan naik tetapi biaya hidup naiklebih cepat, maka masyarakat tetap berada di posisi yang sama—atau bahkan lebih buruk. Karena itu, kenaikan IPM Maluku Utara harus dibaca dengan lebih kritis. Ia bukan hanya indikatorkeberhasilan, tetapi juga alarm bahwa pembangunan manusiakita masih berjalan lambat dan belum merata. Angka yang naiktidak otomatis berarti kehidupan masyarakat membaik.

Pemerintah daerah perlu memastikan bahwa kenaikan IPM bukan sekadar prestasi statistik, tetapi benar-benarmencerminkan peningkatan kualitas hidup. Pembangunan haruslebih inklusif, lebih merata, dan lebih berorientasi pada kualitaslayanan publik. Tanpa itu, IPM hanya akan menjadi angka yang terus naik, sementara masyarakat tetap menunggu perubahanyang tak kunjung datang.