TERNATE-PM.com, Sampai saat ini, adendum NPHD dibeberapa kabupaten kota di Maluku Utara belum juga menemui kesepakatan. Pasalnya, dari 8 kabupaten kota yang akan menyelenggarakan Pilkada 2020, baru 3 kabupaten yang mengakomodir adendum NPHD. Sementara 5 kabupaten/kota, yakni kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Barat, Halmahera Utara, Kota Ternate dan Tidore Kepulauan, sejauh ini masih menunggu proses koordinasi dengan bupati dan walikota untuk menandatangani adendum NPHD yang ada.
“Lima kabupaten/kota ini untuk sementara masih menunggu koordinasi,” ungkap Ketua KPU Malut Pudja Sutamat, saat ditemui belum lama ini.
Pudja menyebutkan, upaya koordinasi dengan pemerintah setempat, diharapkan tidak memakan waktu dan harus secepat mungkin melakukan penandatanganan NPHD, dan tidak berlarut-larut.
“Segera tuntas, agar tahapan dan program serta jadwal pemilihan kepala daerah di wilayah Maluku Utara itu berjalan dengan baik,” tegasnya.
Dia menambahkan, jika anggaran itu tidak mencukupi, maka hal ini bisa mengganggu dan menghambat berjalannya pemilihan serentak 2020. “Mengingat ini adalah hajatan serentak nasional, maka Pemerintah Daerah harus secepatnya memenuhi anggaran yang diminta oleh KPU kabupaten/kota,” ungkapnya.
Untuk itu kata Pudja, jika Pemda serius untuk menyukseskan pemilihan Kepala Daerah, maka anggaran NPHD yang berada di lima kabupaten/kota ini harus tuntas dan clear. “Jika ini tidak diselesaikan, bisa mengganggu tahapan yang ada, bahkan bisa terhenti di tengah jalan. Dan tentunya akan menjadi preseden buruk bagi Maluku Utara,” sesalnya.
Sementara, Bawaslu Malut melalui Koordinator Divisi (Kordiv) Hukum dan Penindakan Aslan Hasan menuturkan, anggaran yang diajukan dalam NPHD itu benar-benar merepresentasikan semua kebutuhan yang diperlukan, dalam hal teknis pengawasan di Bawaslu.
“Semua anggara Bawaslu ini, sudah dibicarakan dengan pemerintah daerah di awal pembahasan NPHD dan itu sudah termasuk kebutuhan pengawasan serta penganggaran tenaga ad hoc,” tuturnya.
Aslan katakan, ketika anggaran yang diajukan ini tidak diakomodir, tentunya akan berpengaruh pada item pengawasan Bawaslu.
“Ini akan berpengaruh pada kualitas tugas-tugas pengawasan secara kelembagaan, juga pada kualitas Pilkada yang kita harapkan dapat berjalan baik dan berkualitas,” kata Aslan.
Sementara itu, Direktur Padecta Hendra Kasim, menuturkan soal adendum NPHD ini sudah sepatutnya pemerintah daerah menyesuaikan kebutuhan penyelenggaraan pemilihan.
“Karena terjadi perubahan besaran honor penyelenggara ad hoc melalui Peraturan Menteri Keuangan, maka menjadi menjadi keniscayaan ada perubahan NPHD,” paparnya.
Yang harus dipahami, kata Hendra Pilkada adalah hajatan Pemerintah Daerah, penyelenggara Pilkada (KPU dan Bawaslu) hanyalah melaksanakan tahapan saja. Sebab itu, kegagalan menyelenggarakan Pilkada, termasuk pula dalam hal pembiayaan adalah kegagalan pemerintah daerah.
“Lagian, Pilkada ini kan hajatan yang dilaksanakan secara berkala, sudah seharusnya untuk tahun 2020 pemerintah telah menyiapkan dan memprioritaskan anggaran untuk pilkada,” tegasnya. (wm02/red)
Tinggalkan Balasan