WEDA-PM.com, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah daerah (Pemda). APBD disetujui dan selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan daerah (Perda). Selanjutnya, digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Penelusuran poskomalut.com, APBD yang dibahas setiap satu tahun anggaran ini, bukan untuk kepentingan golongan, ataupun kelompok penguasa negeri yang kerap ingin mendominasi dalam takaran ekonomi dengan tujuan menunjang popularitas, maupun elektabilitas politiknya dalam mempertahankan jabatan dan tahta. Sekali lagi, APBD untuk rakyat. Bukan untuk elit penguasa.

Dalam pembahasan, seluruh sumber anggaran, baik itu dana hibah maupun anggaran pendapatan lainya disampaikan dan diusulkan dalam rapat komisi pembahasan Kebijakan Umum Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) maupun rancangan APBD.

Di Halteng, proses itu sudah dilakukan, dan APBD tahun 2022 telah disahkan pada 26 November 2021 lalu. Saat ini, APBD yang diketuk kurang lebih Rp900 miliar lebih itu dalam tahap evaluasi oleh Gubenur Maluku Utara (Malut).

Dalam perjalanan, Pemda Halteng mencoba mengotak-atik APBD dengan tujuan memasukan dana hibah Rp600 miliar pada APBD yang telah disahkan itu. Usulan tersebut ditolak DPRD.

Tak kapok, Pemda Halteng kembali mengotak-atik APBD yang sampai saat ini masih dalam proses evalusi provinsi itu. Bupati dan anak buahnya, lagi-lagi mengusulkan perubahan rencana penerimaan dan pendapatan daerah ke dalam APBD tahun 2022, senilai Rp500 miliar.

Lagi, usulan itu mendapat penolakan dari sejumlah anggota Badan anggaran (Banggar) DPRD. Namun demikian, DPRD tetap menerima usulan perubahan dari Pemda Halteng. Informasinya, usulan pemda itu diterima melalui hasil voting. Hasil voting, DPRD yang menolak hanya empat orang. Sementara yang menerima 7 orang.

Ketua DPRD, Sakir Ahmad, lantas mengetuk palu tanda usulan Pemda Halteng tentang perubahan rencana penerimaan dan pendapatan daerah ke dalam APBD tahun 2022, senilai Rp500 miliar diterima. Walupun, ia sendiri menolak usulan tersebut.

Kondisi tersebut membuat anggota DPRD fraksi Partai Bulan Bintang (PBB), Usman A Tigedo, murka. Ia lantas mengamuk dan naik meja hingga nyaris baku pukul dengan anggota DPRD dari PDIP, Nuryadin Ahmad.

Usman menegaskan, usulan rencana perubahan penerimaan pendapatan pada struktur APBD 2022 untuk memasukan anggaran senilai Rp500 miliar berdasarkan surat pemda soal penerimaan pendapatan daerah, dilampirkan dengan surat dari PT IWIP tak lagi diperbolehkan. Sebab, APBD Halteng telah disahkan.

“Tak ada lagi alasan mengutak-atik APBD, karena sudah disahkan. Pemda jangan paksa masukan anggaran Rp500 miliar itu ke dalam APBD,”ungkap Usman.

“Sebelumnya, kami sudah menolak dana hibah Rp600 miliar usulan pemda. Alasannya itu, APBD sudah disahkan. Tapi pemda terus mencari cela, kali ini cela mereka lewat surat masuk dari IWIP dan dilampirkan surat dari pemda,” sambungnya.

Anggota DPRD Dapil Weda ini menyatakan, usulan pemda harusnya disampaikan pada saat pembahasan APBD perubahan.

“Bukan di APBD induk yang telah disahkan dan saat ini dalam evaluasi gubernur,” cetusnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Halteng, Sakir Ahmad menegaskan, polemik terkait APBD akan diadukan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Soal rencana untuk menempuh jalur hukum atau aduan itu disilahkan, karena masing-masing anggota punya hak dan pandangan yang berbeda. Silahkan saja, karena itu demokrasi, tak bisa dibatasi,” ungkap Sakir.

Sakir menjelaskan, polemik di DPRD saat ini perihal surat masuk dari IWIP, tentang pajak, PAD dan DBH.

“Menjadi pro dan kontra di DPRD lebih dari pada soal mekanisme apa lagi yang digunakan. Sebab, RAPBD sudah disahkan sejak 26 November 2021 lalu,”jelasnya.

Untuk itu, selaku ketua DPRD, Sakri bakal berkoordinasi dengan Kemendagri dan Kemenkeu, serta Pemprov Malut.

Menurutnya, polemik saat ini tidak menghambat pembangunan. Ungkap dia, pembangunan tetap jalan.

“Tapi kalau misalnya, perbedaan ini beda dengan persoalan hukum. Tentu kita harus mendapat nasehat hukum atau nasehat tentang aturan dari lembaga yang ditunju,”paparnya.

Lanjutnya, kurang lebih tiga bulan, namun hasil evalusi APBD di provinsi belum turun, dan Halteng sudah terlambat. Padahal, itu penting. Hal ini agar dilihat sejauh mana hasil evaluasi dari provinsi, catatan-catan mana yang menjadi koreksi dan harus diperbaiki.

Harusnya APBD 2022, kata Sakir, sudah disampaikan ke Kementerian Keuangan pada 31 Januari lalu.

Pasalnya, sejak tanggal 16 Desember 2021, Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyurati pemda di seluruh Indonesia. Isi surat itu, seluruh pemda di republik ini, tak terkecuali Pemda Halteng diminta segera APBD tahun 2022 disampikan.

“Batasnya di tanggal 31 Januari 2022. Tapi APBD Halteng belum juga diserahkan, malahan masih pada tahap evaluasi di provinsi. Bahkan, masih dalam tahap usulan perubahan oleh pemda,”ungkap Sakir.

Ketua DPD II Golkar Halteng ini mengaku, belum mengetahui alasan mengapa APBD itu belum selesai dievaluasi.