Muhlis: Gubernur Harus Paham Etika Berpemerintahan

TERNATE-PM.com, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Malut bersama pengamat politik angkat bicara atas pernyataan Gubernur Abdul Gani Kasuba (AGK) yang akan mendukung kader PDI Perjuangan pada pilkada 2020.

Menurut Ketua Bawaslu Malut Muksin Amrin, dalam undang-undang nomor 10 tahun 2016, perubahan kedua atas UU nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah (perpu) pengganti UU nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, Bupati, dan Walikota, pasal 71 ayat 3 dengan tegas melarang kepala daerah, gubernur, bupati dan walikota menggunakan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntungkan, dan atau merugikan salah satu pasangan calon, baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan pasangan calon terpilih.

“Jika gubernur mau mendukung pasangan calon silahkan saja, itu hak prerogatifnya gubernur. Namun dalam mekanismenya, yang bersangkutan harus cuti dan itu dilakukan pada saat memasuki masa kampanye,” ungkap Ketua Bawaslu Malut Muksin Amrin kepada Posko Malut, Kamis (09/01/2020) kemarin.

Menurut Muksin, semestinya gubernur dengan posisinya sebagai kepala daerah, harus paham betul soal mekanisme dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika tidak demikian, publik akan menganggap gubernur telah menyampaikan statement untuk mendukung partai tertentu dalam hal ini bakal calon yang maju dalam pilkada 2020 ini.  “Walaupun pasangan calon belum ada, secara etika gubernur tidak bisa menyampaikan ke publik terkait dukungannya ke salah satu pasangan calon atau parpol tertentu,” jelasnya.

Muksin menegaskan, gubernur harus mampu menahan diri sampai pada saat setelah penetapan pasangan calon, barulah ada pernyataan sikap pada ketika berkampanye atau cuti yang tidak berstatus sebagai kepala daerah. Selain itu, Bawaslu mengimbau kepada kepala daerah lain, yang tidak mengikuti Pilkada, agar tidak menyatakan, memberi dukungan kepada bakal calon  sebelum jadwal kampanye. “Pernyataan dukungn kepala daerah kepada calon tertentu yang akan menguntungkan satu pasangan calon dan merugikan pasangan calon lainnya sebelum cuti akanya dikenakan pasal pidannya,” tutur Muksin.

Senada, disampaikan pengamat politik Muhlis Hafel bahwa gubernur harusnya memahami etika dalam berpemerintahan. Sebagai kepala daerah dan juga kepala pemerintahan, gubernur dalam memberikan pernyataan dukungan kepada salah satu partai maupun bakal calon (bacalon) semestinya tidak diungkapkan di depan publik. “Secara etika, tidak etis gubernur menyampaikan dukungan kepada salah satu partai atau bacalon di depan publik,” terang Muhlis.

Meski begitu, dia memahami sebagai konsekuensi model pemerintahan kita yang merupakan bagian integral dari partai politik, sehingga dukungan kekuasaan dari partai politik itu kemudian dianggap sebagai balas jasa. “Tidak bisa dipungkiri, soal balas jasa dalam politik itu merupakan bagian dari dinamika berpemerintahan,” tukasnya. Namun, hal itu juga harus diabaikan karena sebagai seorang kepala daerah tidak lagi sebagai representasi partai melainkan mewakili seluruh rakyat.  (wm02/red)