Jakarta – Iuran BPJS Kesehatan secara resmi mengalami kenaikan pada tahun ini. Kenaikan itu terjadi pada seluruh golongan peserta.

Dilansir dari Detik.com, kenaikan iuran BPJS Kesehatan tertuang pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Jokowi pada 24 Oktober 2019.

Dalam beleid tersebut ditetapkan pemberlakuan tarif baru mulai 1 Januari 2019. Penerima Bantuan Iuran (PBI) iurannya naik dari Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per jiwa per bulan. Besaran iuran ini juga berlaku bagi peserta yang didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD). Iuran PBI dibayar penuh oleh APBN. Sedangkan, peserta didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD) dibayar penuh oleh APBD.

Pekerja Penerima Upah Pemerintah (PPU-P) yang terdiri dari ASN/TNI/POLRI semula besaran iuran adalah 5% dari gaji pokok dan tunjangan keluarga, di mana 3% ditanggung oleh pemerintah dan 2% ditanggung oleh ASN/TNI/POLRI yang bersangkutan, diubah menjadi 5% dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi, dan tunjangan kinerja atau tambahan penghasilan bagi PNS Daerah, dengan batas sebesar Rp 12 juta. Di mana, 4% ditanggung oleh pemerintah dan 1% ditanggung oleh ASN/TNI/POLRI yang bersangkutan.

Pekerja Penerima Upah Badan Usaha (PPU-BU) semula 5% dari total upah dengan batas atas upah sebesar Rp 8 juta, di mana 4% ditanggung oleh pemberi kerja dan 1% ditanggung oleh pekerja, diubah menjadi 5% dari total upah dengan batas atas upah sebesar Rp 12 juta, di mana 4% ditanggung oleh pemberi kerja dan 1% ditanggung oleh pekerja.

Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU)/Peserta Mandiri juga mengalami perubahan. Di sini ada tiga kelas yang diatur, yaitu:

– Kelas 3: naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa per bulan
– Kelas 2: naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per jiwa per bulan
– Kelas 1: naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per jiwa per bulan

Bagaimana cara siasatinya supaya tidak tekor?

Bagi peserta yang keberatan dengan kenaikan iuran ini masih ada cara untuk menyiasatinya, yaitu dengan turun kelas kepesertaan. Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, penurunan kelas bisa dilakukan dari 9 Desember 2019 sampai 30 April 2020. Penurunan kelas bisa dilakukan tanpa syarat minimal kepesertaan minimal 1 tahun dan tanpa persyaratan khusus lainnya.

“Penurunan kelas gini, memang bisa dilakukan dengan sekarang dari 9 Desember 2019 sampai 30 April 2020 kalau mau turun kelas, tanpa syarat minimal 1 tahun, tanpa persyaratan khusus, meskipun dalam kondisi nonaktif aktif dia menunggak dia masih bisa menurunkan kelasnya,” katanya kepada detikcom, Kamis (2/1/2020).

Iqbal mengatakan, untuk pindah kelas bisa dilakukan melalui Mobile JKN, BPJS Kesehatan Care Center di 1500 400, Mobile Customer Service atau ke kantor cabang.

Lanjutnya, turun kelas melalui layanan kantor cabang cukup membawa sejumlah dokumen seperti KK dan KTP. Dia menuturkan, layanan pindah kelas lebih mudah melalui Mobile JKN.

“Kalau kantor cabang ada bawa KK, KTP sama nomor rekening yang dibutuhkan. Kalau pakai Mobile JKN lebih mudah di situ dengan mengikuti langkahnya aja,” ujarnya.

Iqbal menambahkan, persyaratan untuk turun kelas dengan masa kepesertaan minimal satu tahun akan berlaku pada 30 April 2020.

“Balik ke normal, dia bisa mengubah tapi nggak semudah yang sekarang. Kalau ini kan diskresi, kepesertaannya nggak harus setahun ini. Ini berlaku untuk yang terdaftar sebelum 1 Januari 2020. Kalau sekarang daftar bisa milih langsung,” terangnya.

Turun kelas apa risikonya?

Iqbal mengatakan, penurunan kelas berdampak ke manfaat non medis. Semakin tinggi kelas, maka semakin tinggi manfaat yang diterima.

Bagi peserta BPJS Kesehatan kelas I akan menerima manfaat ruangan yang berisi dua tempat tidur untuk pasien berbeda. Namun standar terkait hal ini belum jelas.

“Kalau kelas itu perbedaan manfaat non medis, soal kenyamanan, kalau pemerintah di rumah sakit, mengatur misalnya kelas satu, dua bed, dua ranjang. Di tempat lain juga berbeda karena memang standar soal itu belum diatur,” ujarnya.

Kemudian untuk peserta kelas II dan III mendapatkan manfaat berbeda dengan jumlah tempat tidur lebih banyak di masing-masing ruangan. Artinya, lebih banyak pasien yang ditempatkan di ruangan yang sama.

“Jadi empat orang kelas dua. Kalau kelas tiga jadi delapan atau sepuluh orang tapi dengan ruangan luas dipisahkan tirai dengan yang lain,” sambungnya.

Iqbal menegaskan, meski turun kelas, manfaat medis yang diterima peserta sama. Artinya, penyakit yang diderita peserta tetap dicover BPJS Kesehatan.

“Kalau manfaat medis nggak ada isu, sama, semua jenis penyakit dicover cuma kan orang memilih kenyamanan,” tutupnya. (dtc)