TERNATE-PM.com, Usaha air bor milik Iqbal Barady di Kelurahan Bastiong Talangame, Ternate Selatan resmi ditutup. Salah satu alasan penutupan usaha itu adalah tidak memiliki izin dari pihak kelurahan. Penutupan usaha tersebut disertai dengan pemasangan garis police line dari

Direktorat Reserse Kriminall Khusus (Ditreskrimsus) Polda Malut, Selasa (4/20/2020) . Penutupan usaha air bor ini disaksikan pihak kelurahan, ketua RT 01 serta dari Dinas Kesehatan Kota Ternate.
Staf Kelurahan Bastiong Talangame, Nawi Hasan kepada wartawan mengatakan, usaha yang berlokasi di RT 10 RW 03 ini sudah beroperasi selama 4 tahun tetapi tidak memiliki izin. “Keberadan usaha air bor ini pernah terjadi konfilik dengan warga. Karena itu kami serahkan ke pihak kepolisian serta siap memberi keterangan,” kata staf kelurahan perempuan itu.
Dinas Kesehatan Kota Ternate melalui Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Amrul Sadik Daga usai melakukan uji sampel mengatakan, pihaknya akan mengrimkan sampel usaha air ke laboraturium balai perindustrian dan perdangan di Kota M0nado. Pengujian sampel itu dilakukan secara fisik, kimia, dan mikro biologi apakah air ini layak dikonsumsi atau tidak. Karena itu bakumutunya diambil tentang kualitas air higenis dan Sanitasi merujuk pada Permenkes 32 Tahun 2017 yang dikirim ke manado selama 14 hari baru diketahui hasilnya.
“Baru dilakukan uji sampel usaha bor air semacam ini yang rata-rata hanya dilakukan pengawasan kepada usaha depot-depot air. Adanya temuan ini, kami berharap pihak kepolisian juga menindaklanjuti laporan-laporan dari pihak-pihak lain (usaha air) karena selama ini minim pengawasan,” ungkap Amrul.


Ditreskrimsus Polda Malut melalui Kasubdit AKBP Aan mengatakan, pihaknya memasang police line setelah menerima laporan masyarakat Bastiong Talangame. “ Hari ini (kemarin) dilakukan pemasangan police line agar aktifitas ini sementara dihentikan dulu. Karena dianggap tidak memiliki izin serta melanggar undang-undang sumber daya air,” singkat AKBP Aan.
Sementara itu pemilik usaha air Iqbal Barady mengaku, usaha itu dibangun karena PDAM Kota Ternate tidak mampu menyediakan pasokan air kepada masyarakat yang tinggal di daerah ketinggian. Menyangkut izin, awalnya sudah pernah diupayakan, namun pihak RT dan Kelurahan tidak memberikan izin dengan alasan masyarakat marah.
“Hanya ditagih perda atau disuruh membayar restribusi sebasar Rp 500 ribu per bulan,” kata Iqbal. Dia mengaku, upaya penutupan pihak kelurahan itu memang benar, namun dirinya tidak mau menutup karena merasa kasihan dengan keberadan masyarakat yang tinggal digunung.

Selain itu, dia juga mempertanyakan keputusan tersebut, karena usaha semacam ini ada 11 titik di kota Ternate. Yang rata-rata hanya membayar restribusi senilai Rp 500 ribu per bulan.
“Saya kecewa sehingga saya bakar itu ban mobil. Kalau mau diusut harus semuanya supaya saya juga senang jangan hanya saya sendiri,” pinta Iqbal . (Nox/red)