SOFIFI-PM.com, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) mengakui temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Maluku Utara, berkaitan dengan pengelolaan aset yang ada di pelabuhan perikanan tersebar di sepuluh kabupaten/kota.

Dalam penarikan retribusi tidak mengaku pada  pergub atau Peraturan Daerah (Perda). Meski demikian, hanya sebatas administrasi belum merugikan keuangan negara. Olehnya itu saat ini Peraturan Daerah (Perda) nomor 5 tahun 2017 tentang retribusi daerah sedang direvisi.

 

Ini disampaikan setelah sebelumnya BPK  RI menemukan kejanggalan dalam perjanjian kerja sama pemanfaatan fasilitas pelabuhan dan pengelolaan penerimaan kontribusi laba operasional, terkait pemanfaatan fasilitas perikanan di Provinsi Maluku Utara.

Hal itu disampaikan anggota V BPK RI selaku pimpinan pemeriksa keuangan negara V, Baharullah Akbar, pada saat penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Provinsi Maluku Utara, Senin (7/6).

 

DKP menilai kerjasama pemanfaatan fasilitas pada DKP belum sesuai ketentuan, di antaranya belum dilengkapi dengan persetujuan gubernur dan tarifnya belum menyesuaikan dengan perda nomor 5 Tahun 2017 tentang retribusi daerah,” katanya.

Menanggapi hal itu Plt Kadis DKP  Provinsi Maluku Utara, Abdullah Assagaf, pada saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya Senin (7/6) membenarkan, temuan BPK RI itu berkaitan dengan pengelolaan aset yang ada di pelabuhan perikanan tersebar di sepuluh Kabupaten/Kota. “Kalau BPK periksa berkaitan dengan DKP tidak taat dalam mengelola aset itu, karena tidak mengacu pada perda nomor 5 tahun 2017,” aku Abdullah.

 

Menurut dia, walaupun Perda Nomor 5 tahun 2017 tidak dijadikan rujukan dalam memungut retribusi, ada regulasi lainnya yang digunakan, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016, tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. “Dalam perda nomor 5 belum diatur regulasinya, karena kita ini pihak ketiga, jadi tidak mengacu pada Perda nomor 5 tetapi kita mengacu pada Permendagri nomor 19 dan PMK,” ungkapnya.

 

Tak hanya  itu, Abdullah mengatakan, Perda Nomor 5 Tahun 2017 masih dalam tahap revisi, sehingga pihaknya tetap memungut retribusi  dengan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016, tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. “Kita punya dasar ada, yaitu Permendagri dan PMK, sehingga hasil dari kelola pabrik es dan kontrak kostor dapat disetor ke kas daerah, itu ada setiap waktu,” terangnya.

 

Olehnya itu,  Abdullah menjelaskan terkait temuan BPK RI Perwakilan Maluku Utara itu hanya bersifat administrasi dan tidak merugikan keuangan Negara maupun Daerah.”Sejauh ini, kita hanya dapat teguran, kalau boleh mengacu pada Perda yang ada. Kita dari sisi administrasi disalahkan,” tutupnya. (iel/red)