SOFIFI-PM.com, Tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Maluku Utara dari Tahun 2020 hingga 2022 menjadi perhatian serius DP3A.
Sepanjang bulan Januari-Juli 2020, terdapat 69 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Maluku Utara. Data tersebut bersumber dari Sistem informasi online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA).
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Maluku Utara, Musrifah Alhadar menyesalkan tindakan oknum polisi yang pada beberapa waktu lalu tegah menganiaya M (17 tahun) tak lain kekasihnya hingga berujung pelaporan keluarga korban ke Mapolres Ternate.
“Sangat disesalkan apa yang dilakukan oknum Polisi tersebut, sebagai manusia apalagi berstatus sebagai aparat penegak hukum sudah seharusnya berkewajiban untuk melindungi anak-anak dari tindak kekerasan, bukan malah melakukan kekerasan terhadap anak-anak kita. Untuk itu adanya Undang-undang perlindungan anak, pelaku bisa dijerat dengan pasal kekerasan terhadap anak, kami sangat berharap agar kasus ini diusut tuntas,” ujar Musrifah.
Musrifah bilang, kondisi tingkat kekerasaan yang kerap terjadi belakangan ini menjadi perhatian penting. Semua pihak bisa mencermati situasi yang terjadi di sekitar. Dimulai dari pengawasan keluarga sangat diharapkan.
“Kami berharap agar semua pihak bisa mencermati situasi ini, tentu pengawasan dimulai dari keluarga agar lebih memperhatikan terutama terhadap anak-anak yang masih berusia di bawah umur. Jangan sesekali anak-anak dibiarkan lepas tanpa pengawasan karena sudah menjadi kewajiban kita selaku orang tua agar hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi. Penyesalan tidak pernah datang diawal jadi, tolong mari sama-sama menjaga anak-anak kita agar mereka nyaman dan terlindungi,” harapnya.
Ia menjelaskan, pemerintah terus berupaya untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan cara memberikan edukasi, sosialisai terkait dengan upaya pencegahan.
DP3A Provinsi Maluku Utara juga telah membentuk kelompok PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) di tiap kelurahan maupun desa dengan tujuan agar bersama saling mengawasi dan segera mengambil tindakan, apabila melihat hal-hal yang kaitannya dengan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dan juga pelayanan dilaksanakan melalui UPTD P3A dengan harapan apabila ada korban kekerasan segera speak up.
“Pada prinsipnya semua anak adalah anak kita,” ucapnya.
Sementara, tahun 2020-2021, trend kasusnya naik. Hal ini ada dua hal yang disampaikan terkait naiknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Sampai dengan tahun 2021, trend kasusnya naik. Ada dua hal yang bisa kita sampaikan dengan adanya trend kasus naik, yang pertama kemungkinan benar kasusnya naik atau kah karena para korban benar-benar speak up, berani bicara yang mana tadinya mereka diam karena menganggap bahwa ini merupakan aib, namun karena saat ini mereka mengerti tentang negara berdiri untuk melindungi para korban sehingga ada keberanian untuk melaporkan,” tukasnya.
Tinggalkan Balasan