TERNATE-PM.com  Ditengah merebaknya penyebaran Virus Corona (COVID-19), tidak mengurungkan semangat idealisme perjuangan aliansi yang tergabung dalam Front Gerakan Mahasiswa Maluku Utara Bersatu (Germuba) tetap melakukan aksi terkait penolakan Omnibus Law yang dinilai merugikan masyarakat. Meskipun akhirnya  gerakan  tersebut harus dibubarkan secara paksa oleh pihak kepolisian.

Puluhan masa yang tergabung dalam Germuba ini menggelar aksi dengan rute depan kantor RRI dan Kantor Wali Kota Ternate, Senin, (23/03/2020). Selaku Korlap, Firman La Udu mengatakan, setelah melihat perkembangan politik hukum di Indonesia, kini mengalami suatu gejolak regulasi maupun kebijakan yang mengikuti logika Neo-kolonialisme yakni upaya penguasaan sumber daya disemua lini.

Menurutnya, Kenegaraan dengan membuka kran liberalisasi menggunakan hukum sehingga dirancang suatu konsep perundang-undangan multi sektoral yang disebut Omnibus Law.

“Familiar dikenal Undang-undang sapu jagat. Dalam logika neokolonialisme suatu regulasi hukum diciptakan bertujuan memuluskan hasrat Negara dan kapitalisme untuk menjajah serta menguras sumber daya alam dan rakyatnya,” ungkap Firman.

Firman menjelaskan, dengan adanya Omnibus Law, Negara dinilai coba ,melakukan sentralisasi perumusan kebijakan pada sektor pendidikan, merugikan buruh yang berpotensi pada marginalisasi ekonomi dan ketidakpastian kerja.

“Termasuk juga privatisasi atas tubuh perempuan, membuka lajunya investasi disektor minerba dengan mengabaikan keberlangsungan ekologis berkepanjangan, timpang-tindih aturan yang tak jelas dan lain sebagainya,” jelasnya .

Ia juga menambahkan, realitas diatas menunjukkan problem serius yang harus dilihat secara kritis bahwa Omnibus Law jika disahkan akan berbahaya bagi kehidupan sosial politik karena merugikan rakyat kecil dan wilayah pulau-pulau kecil serta menguntungkan para investor dan pemilik modal.

Untuk itu,  dengan tegas Germuba bersikap dan memiliki beberapa tuntutan diantaranya, Tolak sekolah yang diliburkan, Tolak RUU Ketahanan Keluarga dan sahkan RUU PKS, Tolak RUU Cipta Kerja, Tolak kebijakan Kampus Merdeka, Tolak kuliah online, Cabut Perpres No 20 Tahun 2018 tentang TKA, Tolak pembuangan Tailing di Malut dan  Cabut SK Gubernur No 502/DPMPTSP/VII/2019 tentang Izin Pembuangan Tailing di Laut, Kembalikan kewenangan kepala daerah, Indonesia stop melakukan pinjaman ke IMF, Kembalikan Hak Perempuan dan tolak Out-Scorsing, Tolak Perampasan Ruang Hidup di Maluku Utara dan stop reklamasi di Kota Ternate, Berikan Cuti Haid, Melahirkan dan Menyusui untuk Buruh Perempuan di PT. IWIP.

“Pemerintah juga harus siapkan posko penanggulangan Corona, pemerintah siapkan masker gratis dan pemeriksaan rutin bagi masyarakat agar dapat mencegah penyebaran COVID-19, pemerintah juga segera menyediakan fasilitas dan jaminan kesehatan bagi tenaga medis dalam menangani COVID-19,”desaknya.

Atas aksi yang dilakukan, berdasarkan himbauan untuk tidak melakukan keramaian maupun aktivitas lainnya yang bisa mengumpulkan masa dalam jumlah banyak untuk mencegah menyebarnya Virus Corona, masa kemudian dibubarkan secara paksa oleh pihak berwenang.

Selain di Kantor Wali Kota, Puluhan masa juga yang berencana akan melakukan aksi di kantor Dewan Perwakilan RakyatDaerah (DPRD) juga dibubarkan oleh pihak berwajib secara paksa dengan menggunakan satu unit mobil water canon. (OP-red)