poskomalut, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara, Sufary memberi atensi terhadap kasus dugaan penyimpangan dalam pengelolaan retribusi pasar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Ternate senilai Rp4,26 miliar.

Sufary bahkan memerintahkan Asisten Pidana Khsusu (Aspidsus) Kejati Maluku Utara segera tuntaskan penanganan kasus tersebut.

‎“Saya perintahkan Aspidsus Kejati Malut segera tuntaskan kasus retribusi pasar,” tegas Sufary.

‎Menurutnya, meskipun baru empat hari menjabat sebagai Kepala Kejati Maluku Utara, ia telah meminta laporan lengkap mengenai perkembangan penanganan kasus tersebut.

“Kalau itu sudah ditangani, tentunya tim Pidsus akan laporkan ke kita. Berikan kesempatan, Insyaallah sepanjang itu memenuhi syarat alat bukti dan barang bukti, kami siap jalankan,”ujarnya.

‎Sufari menegaskan komitmennya untuk menindaklanjuti setiap temuan yang terindikasi pada penyimpangan pengelolaan keuangan daerah.

“Buktinya cukup, kami siap jalankan. Kasih kesempatan ke kami,” tandasnya.

‎Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Maluku Utara dalam hasil reviu Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) Tahun 2023 menemukan permasalahan serius dalam pengelolaan piutang retribusi pasar di lingkungan Disperindag Kota Ternate.

‎BPK mencatat nilai piutang sebesar Rp4,26 miliar, terdiri atas piutang retribusi pasar grosir senilai Rp2,45 miliar dan piutang retribusi fasilitas pasar atau pertokoan senilai Rp1,81 miliar.

‎Nilai tersebut tidak berubah sejak 2022, yang menunjukkan tidak adanya pembaruan data maupun penagihan aktif selama dua tahun berturut-turut.

‎Dalam hasil konfirmasi BPK dengan Kasubag Keuangan Disperindag Kota Ternate, diketahui bahwa dinas tersebut tidak memiliki data piutang retribusi pasar.

Pencatatan hanya dilakukan atas penerimaan retribusi yang disetorkan ke rekening BPRS Bahari Berkesan milik Bendahara Umum Daerah (BUD).

‎BPK juga menjelaskan, kondisi tersebut terjadi karena Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) tidak diterbitkan sesuai ketentuan, serta bendahara penerimaan tidak melakukan verifikasi atas data pembayaran dari petugas lapangan.

‎Akibatnya, pencatatan piutang tidak sesuai dengan Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Nomor 06 tentang Akuntansi Piutang, yang menegaskan bahwa piutang hanya dapat diakui apabila jumlahnya telah ditetapkan dan disertai surat penagihan atau ketetapan resmi.

BPK menilai, lemahnya sistem administrasi dan pengawasan dalam pengelolaan retribusi pasar tersebut berpotensi menimbulkan kerugian keuangan daerah serta mengindikasikan adanya kelalaian dalam tata kelola keuangan Pemerintah Kota Ternate.

Kejati Maluku Utara memastikan akan menindaklanjuti hasil telaah BPK apabila ditemukan indikasi pelanggaran hukum dalam pengelolaan piutang retribusi pasar tersebut.

Mag Fir
Editor