Minta Tak Main-Main Kasus Korupsi di Sekretariat DPRD Halsel
TERNATE -PM.com, Kejaksaan Tinggi Maluku Utara diminta untuk tidak main-main dalam menangani dugaan kasus korupsi di sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) tahun anggaran 2017 senilai Rp 1,6 miliar lebih.
Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Maluku Utara, Muhammad Konoras menilai, Kejaksaan Tinggi sebagai tombak utama pemberantasan tindak pidana korupsi mulai hilang tajinya ketika berhadapan dengan kasus yang melibatkan para pejabat.
Kasus-kasus baik yang dilakukan penyelidikan maupun penyidikan banyak dihentikan proses hukumnya. Padahal sudah ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang adanya kerugian keuangan negara seperti kasus Perjalanan Dinas Anggota DPRD Halsel, yang oleh BPK terjadi kerugian negara sebesar Rp1,6 miliar lebih yang saat ini sudah hampir tidak terdengar lagi langkah hukum yang diambil oleh Kejati Malut.
Konoras mengatakan, dugaan kasus korupsi anggaran perjalanan dinas anggota DPRD Halsel yang sudah ditangani oleh bidang Intelijen Kejati Malut tetapi sampai hari belum ada penjelasan resmi dari pihak Kejati kepada masyarakat tentang sejauh mana perkembangan kasus tersebut.
Di dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, masyarakat juga ikut berperan serta untuk mendapatkan informasi sebagaimana disyaratkan dalam Undang-Undang nomor 31 tahun 1999, Jo Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi seperti dibaca Pada Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) huruf a,b,c, d dan e.
“Oleh karena itu saya berharap dalam kasus yang diduga melibatkan para anggota DPRD Halsel yang terindikasi melakukan penyalahgunaan kewenangan yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1,6 miliar ini, wajib menjadi perhatian serius bagi Kepala Kejati Malut untuk tidak lagi berujung pada penghentian penyelidikan atau penyidikan, karena sudah ada temuan BPK,” kata Konoras, Minggu kemarin (9/2).
Konoras menyebutkan, pengalaman membuktikan bahwa satu tahun terakhir ini, kasus-kasus korupsi yang ditangani langsung oleh Kejati tidak lagi berujung di Pengadilan. “Malah Polda semakin gencar membawa korupsi sampai ke Pengadilan,” akunya.
Sebetulnya, kata Konoras, banyak kasus korupsi yang terjadi di Maluku Utara yang ingin dilaporkan oleh masyarakat anti korupsi kepada aparat penegak hukum baik polisi maupun jaksa. Tetapi, dengan sikap Kejati yang akhir-akhir ini sering rajin menghentikan penyelidikan kasus korupsi, maka para LSM dan pemerhati masalah pemberantasan korupsi sudah mulai terlihat frustasi dan diam melihat maraknya kejahatan korupsi.
“Saya sangat memahami jaksa sebagai penyelidik dan penyidik berwenang untuk dapat menghentikan penyelidikan dan penyidikan, tetapi jika sudah ada temuan BPK lalu jaksa menghentikan penyelidikan dan atau penyidikan, inilah yang menjadi tanda tanya bagi publik, kenapa itu harus terjadi?,” tandasnya.
Diketahui berdasarkan temuan LHP Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Nomor : 22.A/LHP/XIX.TER/5/2018, yang menemukan Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah Sekretariat DPRD Halsel berupa Kegiatan Kunjungan Kerja berindikasi tidak dilaksanakan sebesar Rp1.528.910.000,00 dan Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah berupa Kegiatan Reses berindikasi tidak dilaksanakan sebesar Rp.80.970.000,00, dari kedua item tersebut terdapat kerugian keuangan daerah senilai Rp1.609.880.000,00.(nox/red)
Tinggalkan Balasan