SOFIFI-PM.com, Air merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk keberlangsungan hidup, namun hasil uji laboratorium yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku Utara, ternyata kualitas air di kabupaten/kota mulai mengkhawatirkan. Pasalnya, setiap tahun kualitas air terus menurun yang akan berdampak pada keberlangsungan hidup manusia.
“Hasil uji laboratorium kualitas air tahun 2018 di angka 57 poin, tahun 2017 di angka 63 poin, di tahun 2016 di angka 64 poin dan di tahun 2015 65 poin. Ini menandakan bahwa kualitas air mulai turun di setiap tahun sehingga perlu antisipasi, karena air merupakan kebutuham dasar manusia,” kata Plt Kepala DLH Malut FacharudinTukuboya, pada Posko Malut belum lama ini.
Menurutnya, DLH melakukan uji kualitas pada beberapa sungai besar di beberapa kabupaten/kota. Misalnya sungai di Kabupaten Sula, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Sungai Oba Kota Tidore Kepulauan, dan Sungai besar di Halmahera Utara dilakukan setiap tahun sekali. Hasilnya kualitas air terus menurun dalam empat tahun terakhir.
”Uji kualitas air semestinya dilakukan setiap tiga bulan sekali atau enam bulan sekali, tapi kami punya keterbatasan jadi hanya satu tahun sekali jadi hasilnya kurang efektif karena kualitas air ini dalam hitungan detik bisa berubah,”ungkapnya.
Facharudin mengaku faktor penyebab turunnya kualitas air karena aktivitas penambang liar yang tak mampu mengelola limbah secara profesional. Selain itu aktivitas industri yang menghasilkan cairan sering disalurkan ke sungai sehingga dibutuhkan pengawasan ketat demi menjaga kualitas air. “Kadang aktivitas pertambangan liar itu sering membuang limbah semberangan. Untuk itu perlu pengawasan secara ketat,”ujarnya.
Faktor lain yakni pembukaan lahan produksi baru berpengaruh pada daya serap air yang mulai berkurang saat curah hujan. Untuk itu perlu keseimbangan dengan pemulihan kembali tanah dan reheboisasi ulang hutan. “Pembukaan lahan produksi akibatnya daya serap air saat hujan mulai berkurang,”ujarnya.
Selain itu untuk daerah perkotaan faktor yang menyebabkan kulitas air menurun selain karena faktor alam, juga karena pesatnya pembangunan. Misalnya di Ternate pembangunan mulai mengarah ke pegunungan mengakibatkan daya serap air juga semakin berkurang. “Kalau di kota itu karena faktor pembangunan yang mulai mengarah di daerah peggunungan jadi daya serap air saat hujan mulai berkurang,”bebernya.
Ia berharap kedepan masalah ini menjadi perhatian serius pemerintah baik eksekutif maupun legislatif. Ia mengaku DLH Malut saat ini masih sangat terbatas SDM maupun dukungan anggaran juga sangat minim.
”Jujur saja auditor lingkungan saja hanya dua orang, sementara daerah kita sangat luas. Selain itu anggaran pengawasan kami untuk melakukan pengujian juga sangat terbatas sehingga setiap tahun hanya sekali dengan sampel yang sangat terbatas, sementara pertumbuhan sektor pertambangan di Malut tumbuh pesat. Untuk itu perlu pengawasan secara ketat,”harapnya. (iel/red)
Tinggalkan Balasan