Warek III : Pihak Kampus Tidak Izinkan Konfrensi Pers
TERNATE-PM.com, Aliansi massa Solidaritas Perjuangan Demokrasi Kampus (SPDK) Kota Ternate, merapat ke depan pelantara halaman gedung Rektorat Universitas Khairun Ternate (UNKHAIR) dalam rangka menyelenggarakan konfrensi pers, Senin (6/1/2020).
Konfrensi pers ini merupakan pernyataan sikap mengenai kasus SK DO yang ditanda tangani Rektor Universitas Khairun kepada empat mahasiswa UNKHAIR yang sebelumnya melakukan aksi demontrasi “memperingati 58 tahun deklarasi Wets Papua” pada 2 Desember 2019 lalu.
Sebelumnya, agenda konfrensi pers sempat di cegat oleh pihak kampus. Wakil Rektor III Syawal Abdulajid S. H, M.H, memanggil tiga mahasiswa yang akan menyelenggarakan konfrensi pers di depan gedung depan Rektorat Unkhair. Selaku Badan Kemahasiswaan, Warek III melakukan negosiasi dengan ke tiga mahasiswa tersebut.
Syawal Abdulajid kepada poscomalut.com mengatakan, negosiasi itu menghasilkan keputusan, pihak kampus melarang aktifitas agenda konfrensi pers tersebut. Dengan alasan mereka tidak lagi termasuk bagian dari mahasiswa Universitas Khairun Ternate.
” saya tidak mengijinkan konfrensi pers tersebut. Karena apa yang mereka sampaikan tidak berkaitan dengan lembaga Universitas khairun itu sendiri, atas dasar, ke empat mahasiswa tersebut sudah di DO dan bukan bagian dari Universitas lagi”, ungkap Syawal.
Syawal juga menambahkan, bahwa aksi yang dilakukan 2 Desember 2019 lalu, itu tidak sesuai dengan aturan dan undang undang pasal 9 tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum yang kemudian di fraksi ke undang-undang Universitas yang menjadi peraturan Rektor no 1 (satu) tahun 2019 tentang kode etik mahasiswa yang berbunyi “bahwa penyampaian pendapat di mungkinkan apabila telah disampaikan ke pimpinan Fakultas dan Pimpinan Universitas.
“Apabila penyampaian pendapat di muka umum di lakukan secara spontanitas oleh sejumlah mahasiswa atau tidak mengikuti aturan yang harus ada jalur koordinasi secara formal berupa surat ke pihak yang berwenang dalam hal ini pihak kampus dengan minimal tiga hari sebelum kegiatan aksi itu dilakukan, maka itu dilarang “, Jelasnya.
Lebih lanjut, Warek III menegaskan, “jika aksi yang kemudian di lakukan itu bukan dari organisasi internal kampus dan berasal dari organisasi diluar kampus, maka pihak kampus akan melakukan tindakan penertiban demi menjaga keamanan dan ketertiban di dalam Kampus itu sendiri”, tegasnya.
Sementara itu, pada saat melakukan negosiasi dengan pihak kampus, salah satu mahasiswa bernama Arbi M Nur, tidak dijinkan masuk ke ruang Warek III untuk bernegosiasi. ” saya tidak dijinkan ikut dalam proses negosiasi untuk agenda konfresi pers. katanya saya tidak memliki hak berbicara oleh warek III atas dasar sudah bukan mahasiswa Unkhair lagi “, ungkap Arbi saat di konfirmai poscomalut.com.
Syawal membenarkan atas pengusiran terhadap Arbi. Dikarenakan tidak lagi terindikasi sebagai mahasiswa Unkhair sehingga tidak memiliki hak berbicara untuk bernegosiasi.
Disentil soal sikap kampus terhadap empat mahasiswa yang di SK DO-kan. Syawal mewakili pihak kampus menyampaikan bahwa mereka tidak bisa lagi di ajak dialog untuk permasalahan ini. Karena surat SK itu sudah keluar dan tinggal di lewati melalui jalur hukum. ” kalau mereka memperdebatkan soal SK Rektor ya, kita ke pengadilan saja untuk di selesaikan secara hukum melihat sah dan tidaknya putusan Rektor soal SK tersebut. Biar tidak ada perdebatan kusir “, jelasnya.
Disamping itu, agenda Konfrensi pers tetap dilakukan. pasalnya Aliansi SPDK menilai bahwa Pihak kampus melakukan tindakan sewenang-wenana, anti demokrasi dan dianggap sepihak dalam penerbitan SK DO tersebut. Sebab menyampaikan pendapat secara damai adalah kebebasan setiap warga negara yang merupakan hak konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 28 E (3) UUD 1945, bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat,” serta dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.
Lebih jauh, SPDK meyatakan sikap bersama kepada Rektor UNKHAIR segera mencabut Surat Keputusan Drop Out Nomor 1860/UN44/KP/2019. Serta mengembalikan fungsi kampus sebagai ruang untuk kebebasan berpendapat dan berpikir. Selain itu SPDK juga mepertanyakan soal surat Kepolisian Nomor B/52B/XII/2019 dengan pemberhentian ke-4 Mahasiswa tersebut. Dikarenakan surat tersebut bukan merupakan surat untuk tersangka atau surat perintah penangkapan tindak makar atau mengganggu ketertiban umum.
“Pun jika sudah tersebut untuk penangkapan atau menjadikan sebagai tersangka, tidak lantas Rektorat menerbitkan SK DO. Karena seseorang belum tentu bisa di katakan bersalah tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, apalagi yang di lakukan ke -4 mahasiswa tersebut bukan merupakan tindakan pidana, melainkan bentuk unjuk rasa damai/demonstrasi damai “, Ungkap Arbi salah satu mahasiswa yang di DO dalam Konfrensi pers tersebut. (Cr04/red).
Tinggalkan Balasan