TERNATE-PM.com, Pertambangan Nikel yang ada di Maluku Utara terancam tidak bisa melakukan ekspor Nikel mentah lagi, hal tersebut sejalan dengan larangan menghindari pengurasan dan pengiriman komoditas ini secara gila-gilaan jelang berlakunya larangan permanen 1 Januari 2020 mendatang.

Evaluasi ini bakal dilakukan dari hulu ke hilir, dengan dikomandoi oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi bersama-sama dengan Kementerian ESDM, KPK, dan Bea Cukai.

Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai, Eko Budiyanto saat dikonfirmasi terkait hal tersebut mengatakan sejauh ini secara resmi dari Bea Cukai Ternate belum menerima surat perintah untuk pemberhentian ekspor nikel di Malut. Sejauh ini, ia mengaku hanya secara lisan namun belum mengetahui pasti kapan pasti penerapannya.

Eko menyebutkan untuk nikel memang akan diterapkan untuk memberhentikan ekspor keluar negeri, dan perusahan sendiri harus memiliki smelter agar nikelnya diolah menjadi veronikel yang tentunya lebih tinggi nilai jualnya.

Tak hanya itu, Eko juga menyebutkan kedepan jika, memang sudah dilarang maka otomatis akan sangat berdampak pengaruhnya pada penerimaan  negara pada Bea keluar (BK). Namun dengan begitu, larangan ekpor tersebut juga untuk membatasi ketersedian nikel dalam kebutuhan lokal. “tidak menutup kemumungkinan di tahun mendatang juga untuk target bagi BK akan dihilanglan, dan hanya bea masuk (BM) saja,”tuturnya.

Lebih lanjut dirinya menjelaskan untuk harga nikel or saat ini berkisar USD 25 ribu hingga USD 35 ribu/WT maka jika nikel sudah diolah dan menjadi Veronikel untuk 1 WT saja bisa lebih dari USD 1000. Dengan demikian perbedaan harga yang masih mentah dan sudah diolah lebih jauh berbeda dan lebih menguntungkan jika sudah menjadi veronikel.

“jadi nikel or akan diolah dahulu di smelter kemudian baru diekpor, karena kalau sudah diolah menjadi veronikel maka nilainya akan lebih tinggi,”tutup Eko. (yun/red)