TERNATE-PM.com, Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda)  Kesehatan nomor 10 tahun 2011 dan diperbaruhi nomor 23 tahun 2014, terancam batal. Pasalnya, sejumlah anggota Pansus II DPRD Kota Ternate menolak untuk mengesahkan draf Ranperda Kesehatan.

Penolakan ini karena sejumlah fasilitas Puskesmas yang ada di Kota Ternate, belum memenuhi standar untuk penerapan Perda ini. Karena, sejumlah kesehatan di beberapa Puskesmas di Kota Ternate belum memadai.

“Jadi penolakan untuk jangan dulu disahkan Ranperda Kesehatan, karena pelayanan kesehatan ini harus dibarengi dengan penyediaan fasilitas yang memadai,” ungkap Ketua Pansus II, Makmur Gamgulu kepada Posko Malut, Selasa (10/03/2020).

Menurut Makmur, penolakan pengesahan draf Ranperda ini karena saat Pansus II melakukan pemeriksaan di Puskesmas, ternyata terdapat sejumlah alat kesehatan belum memadai, seperti di Poli Gigi dan Guzi, alat Leselitator yang belum lengkap dan beberapa ruangan obat yang tak ber AC.

“Kami maunya sejumlah kekurangan itu diisi terlebih dahulu baru dilakukan pengesahan draf. Namun permintaan kami ini belum fainal, masih diajukan tahap I dengan Pemkot Ternate,” ujarnya.

Jika dalam tahap I akhir, Pemkot bersedia menyiapkan fasilitas, maka draf Ranperda akan disahkan, atau ada ditawarkan klausul Pasal, bahwa jika Ranperda bisa jalan selama dua tahun pengesahan, maka semua fasilitas kesehatan itu sudah memadai.

“Artinya, semua fasilitas itu terpenuhi baru bisa diterapkan Perda ini. Tetapi nanti kita tunggu perkembangan saat pembahsan dengan pemerintah, apakah setuju dengan klausul pasal tersebut, maka Renperda ini disahkan menjadi Perda, sambil bertahap menyiapakan fasilitas dan penerapan retribusinya,” urai Makmur.

Sementara terkait Ranperda Penyedotan Kaukus dan Ranperda Kebakaran, lanjut politis Golkar ini, masih terjadi tarik menarik diinternal anggota Pansus. Untuk pembahasan Ranparda Penyedotan Kakus, pihaknya baru melakukan pembahasan Daftar Infentarisasi Masalah (DIM). Namun, dalam pembahasan berkembang pemakaian kubikasi, namun ditawarkan pemakaian untuk sekali sedot, sehingga sebagai anggota Pansus berpendapat, bahwa bukan hanya target pengenjotan PAD, tetapi pada pelayanan publiknya.

“Contohnya seperti pada Perda lama dimana permeter kobik dihitung untuk masuk retribusi, seperti dati 0 sampai 3 meter kobik itu dapat 250 ribu untuk pelanggan biasa, kalau pelanggan yang kelas menengah keatas, tarifnya lebih dari itu. Sehingga pada perubahan ini, hanya dipakai satu kali sedot dengan mobil tenker 5000 meter kobik tidak masalah, tetapi kalau sedot dengan 1,5 meter kobik itu akan dua kali lipat tarif ke masyarakat dan ini berdampak pada pembayaran,” urainya.

Maka dari itu, kata Makmur, akan ada tiga klasifiksi pelanggan penarikan retribusi, dimana ada klasifikasi yang signifikan, khususnya dipertokoan dan perhotelan. Namun untuk masyarakat biasa, klsifikasinya tidak sama dengan pertokoan dan hotel.

“Artinya pertokohan dan hotel 25 persen retribusi ditarik dan masyarakat dibawa kisaran 10 sampai 15 persen,” sebutnya.

Sedangkan untuk Ranperda Kebakaran, Makmur mengaku, semua harus dikenakan retribusi, meski bangunan kiosnya kecil. Namun, pihaknya melakukan pengecekan fasilitas pemadam kebakaran, karena banyak alat yang sudah tak berfungsi.

“Teman- teman bersepakat semua dikenakan retribusi, tetapi tarif masi dilakukan pembahasan dengan Pemerintah, agar tidak disamakan dengan klasifikasi masyarakat yang mengunakan pemadam nanti,” akhir Makmur. (nox/red)