WEDA-PM.com, Pemerintah dan DPRD Halmahera Tengah (Halteng), satu suara menolak kebijakan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) yang mewajibkan semua karyawan untuk tinggal di Asrama. Pasalnya, kebijakan yang dikeluarkan perusahaan asal negeri tirai bambu itu dapat membawa dampak sosial hingga ekonomi. Selain itu, fasilitas yang disiapkan perusahaan berbendera Tiongkok itu belum diketahui pasti apakah layak sesuai standar K3 atau tidak.
Penolakan ini disampaikan pada rapat bersama antara DPRD, Pemda, serta buruh dengan manajemen PT IWIP, di ruang pertemuan kantor Bupati, Rabu (1/4/2020).
Anggota DPRD Munadi Kilkoda menyatakan, DPRD menegaskan agar memo yang dikeluarkan manajemen IWIP dengan mewajibkan semua karyawan untuk masuk asrama ditangguhkan, terkecuali bagi karyawan yang berada di luar Halteng boleh ditempatkan di asrama. “Jadi DPRD meminta kepada PT. IWIP supaya karyawan yang akan ditempatkan di site kem itu pengecualian untuk karyawan yang berada di luar Halteng. Sementara yang berdomisili di Halteng, tetap bekerja seperti biasa,” ungkap Munadi.
Politisi NasDem ini meminta kepada manajemen PT IWIP membayar upah karyawan yang masa cuti sudah selesai dan akan kembali bekerja, namun karena kebijakan perusahaan terkait penanganan virus corona sehingga mereka yang cuti belum diperbolehkan masuk. “Mereka yang cuti dan belum diperbolehkan masuk upahnya harus dibayar. Karena itu diatur dalam ketentuan undang-undang 13, juga peraturan pemerintah 78 tentang pengupahan,” jelasnya.
Anggota DPRD Dapil Satu Halteng, ini juga menekan kepada IWIP untuk komitmen tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak di tengah situasi darurat seperti ini. Ia menghimbau perusahaan untuk tidak memanfaatkan situasi yang ada dengan melakukan PHK seenaknya.
“Harus ada komitmen perusahaan untuk tidak PHK karyawan dalam situasi Covid-19 saat ini. Jangan sampai berusaha memanfaatkan situasi ini lalu memPHKkan Karyawan,”tandas Aktifis AMAN Malut ini.
Selain itu kata dia, ada adendum kontrak. Misalnya, karyawan yang cuti masa kontraknya masih tersisa dua bulan, sementara penanganan Covid 19 yang diberlakukan perusahaan selama tiga bulan, maka perusahaan wajib menangguhkan sisa masa cuti itu, nanti setelah masa Covid-19 selesai barulah karyawan tersebut melanjutkan sisa masa kontraknya. “Ini yang harus di lakukan oleh perusahaan,” ujarnya.
Apabila lanjutnya, IWIP menarik semua karyawan ke asrama site, maka perusahan harus memberikan akomodasi yang layak dan memenuhi standar K3, seperti tempat tidur karyawan, dan kebutuhan yang lain. “Kalau itu tidak siap dan dipaksakan untuk tinggal, sama halnya proses penjajahan dan perbudakan terhadap buruh,”cetusnya.
Untuk itu, pria kelahiran Messa ini berharap PT. IWIP tidak menganggap enteng masalah ada. Sebab, kebijakan yang diambil IWIP itu sasaran kemarahannya akan lari ke Pemda dan DPRD. “Intinya ususlan Pemerintah dan DPRD harus diakomodir, tanpa terkecuali,” paparnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Abdul Rahim Odeyani menuturkan, ada beberapa pertimbangan dari Pemda dan DPRD, apabila kebijakan perusahan terkait berlakukan semua karyawan tinggal asrama dilakukan akan berdampak sosial dan Ekonomi.
Menurut Wabup, karyawan yang tinggal asrama mendapatkan fasilitas apa saja yang disiapkan perusahan belum diketahui. Jika dalam satu kamar itu menampung 5 sampai 10 orang nantinya berdampak pada ketidak nyamanan karyawan itu sendiri. “Pekerja kalau diwajibkan untuk tinggal di Asarama, nantinya mereka akan meninggalkan anak istri, keluarga dan lain-lain serta mengganggu kewajiban mereka sebagai ummat beragama,” jelas Wabup.
Wabup menyatakan, apabila kebijakan itu diterapkan tentu berdampak pada kerugian pengusaha-pengusaha, serta rumah kontarakan dan kos-kosan di sekitar area tambang. “Dampak ekonominya kalau itu diterapkan, berapa banyak pengusaha-pengusaha Rumah Kontrakan dan kos-kosan yang ada di sekitar situ. Mereka bisa bangkrut akibat dari pekerja semua akan tinggal di asrama,”pungkas mantan ketua DPRD Halteng ini.
Senada dengan DPRD, Wabup juga menegaskan agar IWIP pembayaran upah kerja karyawan yang cuti dan akan kembali bekerja, karena itu bertentangan dengan undang-undang apabila perusahan tidak membayar upah karyawan, lain hal dengan mereka yang cuti dan tidak mau kembali. “Karena pekerja ini bukan kemauan mereka sendiri untuk tidak bekerja, tapi mereka cuti itu sesuai dengan aturan tapi ketika mau masuk kerja perusahaan kemudian membatasi,” katanya.
Ketua DPD Partai NasDem Halteng ini menjelaskan, sesuai instruksi pemerintah, pekerja yang berdomisili di Halteng, tidak di wajibkan untuk tinggal di asrama karena mereka memiliki tempat tinggal. “Untuk pekerja yang di luar dari wilayah halteng, harus diberlakukan kerena kami tidak tahu bahwa mereka itu datang membawa virus atau tidak. Dari semua itu kami himbau agar setiap pekerja yang mau masuk ke PT. IWIP menggunakan Protokorel seperti tes suhu dan penyemprotan disinfektan,” ujarnya.
Sementara itu, Pewakilan manajemen PT IWIP, mengaku tawaran dari pemerintah dan DPRD diterima dan akan sampaikan ke pihak manajemen PT. IWIP untuk dibahas agar ada penyelesaian tentang hal ini.
“Intinya ini masalah soal kontrol Virus yang mungkin pemikiran kita berbeda, pemerintah maunya bagaimana, masyarakat maunya bagaimana, itu yang perlu kita singkronkan,” ucap Marlon.
Lanjutnya, terkait tempat tinggal karyawan, perusahan akan mencoba memberlakukan untuk orang luar halteng dulu. “Sementara Untuk karyawan yang akan tinggal di mes itu di wajibkan bagi yang luar halteng, kalau yang dari halteng bupati minta untuk di tangguhkan,” jelasnya. (msj/red)
Tinggalkan Balasan