TERNATE-PM, Komisi III DPRD Kota Ternate menilai, pengawasan aktifitas usaha pemerataan tanah atau (Galian C) yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate selama ini sangat lemah.

Hal ini disampaikan Ketua Komisi III, Anas Umalik ketika ditemui Posko Malut, Selasa (21/01/2020). Menurut Anas, pihaknya akan menginisiasi rapat lintas SKPD, terkait izin dan  pengawasan usaha pemerataan tanah yang tersebar di seluruh wilayah Ternate.

“Dalam Rapat Dengar Pendapat  kita telah mengundang Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Camat Ternate Utara, Lurah Sango, Tabam dan Tubo, serta  salah satu pemilik izin usaha pemerataan lahan Hi Muhammad Esa. Karena menjadi skala perioritas DPRD, karena usaha pemerataan lahan miliknya sementara dipending,” ucapnya.

Yang kedua, kata dia, lahan usaha Hi Muhammad Esa dikomplain masyarakat stempat. Kasus lahan milik Muhammad Esa itu perlu ditindak lanjuti oleh  Komisi III, diantaranya akan melakukan kordinasi dengan Komisi I dan selanjutnya dikordinasikan kembali kepada Badan Pertanahan Nasional Ternate.

“Karena lahan yang dikuasi oleh bapak Mahummad Esa itu adalah tanah Negara  yang proses kepemilikannya harus mengikuti aturan,” ucapnya.

Komisi III menilai, DLH sebagai dinas pengawasan lingkungan dari usaha pemertaan lahan masih lemah. Alasan lemahnya pengawasan itu, lantaran ada beberapa ketentuan DLH yang harus disesuaikan dengan aturan Badan Kordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD ).

“Lemah karena kordinasinya.  BKPRD itu melibatkan sejumlah dinas teknis, seperti Sekda, Bappelitbangda, DLH, PUPR.  Komisi III akan menginisiasi rapat kordinasi lintas terkait di BPKRD, sehingga fungsi pengawasan usaha pemerataan lahan  itu benar benar dijalankan sesuai tupoksi mereka,” tutunya.

Semua pemilik izin pemerataan lahan, bila melakukan komersial material harus merubah izinnya menjadi pertambangan, tak bisa mengantongi izin pemerataan lahan  lalu izinnya dipakai untuk penjualan material. Pada permasalahan itu, Komisi III akan melakukan sering ke pimpinan DPRD untuk bagaimana membentuk Panitia Khusus (Pansus) melakukan kajian melahirkan Perda.

Sementara Sekertaris Dinas Lingkungn Hidup (DLH) Kota Ternate, Mahmud Kausaha menjelaskan, DLH dalam konteks pengawasan kegiatan melihat pengawasan kepada usaha milik Hi Mahmud sesuai dengan UU yang berlaku .

“Setelah izin dikeluarkan, maka  kami akan melakukan pengawasan selama 6 bulan. Diluar ketentuan selain 6 bulan  itu, kami juga melakukan pengawasan  setiap saat, bila mana ada aduan  dari pihak manapun baik itu dari masyarakat terkait dampak usaha,” ucapnya.

Mahmud mengaku, dari aspek pengawasan pencemaran kegiatan ekplorasi, material usaha Muhammad Esa  itu  dianggap mengganggu masyarakat, maka kita juga melakukan pengawasan. Namun  menyangkut penjualan material yang dikeluarkan BPKPRD hanya rekomendasi penjualan material bukan izin.

“Nanti rekan rekan lihat rekomendasi itu. Jadi kita melihat lebih pada aspek sosialnya. Kami berharap dampak sosial yang timbul dari aktifitas galian itu bagaimana,  kita harus melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha, sehingga bisa mentaati isi dari rekomendasi. Apabila dia lalai dari situ, maka  kita akan selalu melakukan pembinaan,” urainya.

Dirinya menegaskan, bakal melakukan panggilan terhadap para usaha pemerataan lahan yang melanggar aturan dan itu sifatnya administrative. Kalau selalu melakukan pelanggaran, maka DLH  akan melakukan surat rekomendasi pemberhentian tempat usaha itu. (BeB/red)