TERNATE-PM.com, Ancaman Ketua Bawaslu Malut Muksin Amrin untuk menunda Pilkada Tikep 2020 akhirnya membuahkan hasil. Ini setelah Pemkot Tikep melalui Sekkot Asrul Sani Soleman dalam rapat koordinasi bersama KPU dan Bawaslu Tikep menyatakan menyanggupi menambah anggaran dua lembaga penyelenggara Pilkada tersebut sesuai dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).

Ketua Bawaslu Malut Muksin Amrin, yang diwawancarai wartawan usai rapat koordinasi dengan KPU Malut, KPU Tikep, dan Bawaslu Tikep di Kantor Bawaslu, Selasa (28/1/2020) berharap, pernyataan Pemkot Tikep soal akan menyanggupi penganggaran Pilkada ini bisa direalisasikan secepatnya. “Harapannya, pernyataan kesanggupan akomodasi anggaran Pilkada Tiokep sesuai NPHD itu secepatnya dilaksanakan, sehingga tidak lagi menjadi polemik. Kita berharap, secepatnya, minggu ini sudah harus diselesaikan.

Dia juga akan meminta ke KPU dan Bawaslu Tikep untuk segera berkoordinasi dengan Pemkot, agar membuat pernyataan resmi soal kesanggupan pemerintah memenuhi kebutuhan anggaran Pilkada ini, sehingga bisa dijadikan pegangan bagi teman-teman Bawaslu dan KPU.  “Kalau pernyataan Pemkot menyanggupi ini, maka harus dituangkan dalam pernyataan resmi, karena nilai NPHD dan APBD itu berbeda, yakni dalam NPHD anggaran KPU Rp 17,5 miliar, Bawaslu Rp 7 miliar. Sementara di APBD anggaran KPU Rp 12 miliar dan Bawaslu Rp 4 miliar. Kalau janji pemerintah menyanggupi anggaran Pilkada ini tidak ditepati, tidak menutup kemungkinan di tengah jalan Pilkada kita hentikan,” jelasnya.

Menurut dia, penundaan Pilkada ini bisa saja terjadi karena ada ketentuannya. “Dalam pasal peralihan UU No 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, memungkinkan dilakukan Pilkada susulan dan Pilkada lanjutan. Karena itu, tidak menutup kemungkinan dikemudian hari, Pilkada Tikep bisa ditunda jika perjanjian komitmen ini diingkari,” tegas Muksin.

Sementara, Ketua KPU Malut Pudja Sutamat menyambuat baik sinyal positif dari pemerintah daerah menyanggupi anggaran sesuai NPHD sebesar Rp 17,5 miliar. Namun, anggaran tersebut menurut Pudja, belum cukup untuk membayar upah penyelenggara ad hoc, PPK dan PPS. “Anggaran Rp 17,5 miliar itu di luar gaji ad hoc. Berdasarkan hitungan kami, gaji ad hoc itu Rp 1,8 miliar sehingga ditotalkan menjadi Rp 19 miliar. Itu yang kami (KPU) usulkan ke pemerintah. Jadi kita harapkan anggaran penyelenggara ad hoc juga diakomodir dan dapat ditandatangani karena rekrutmen PPK dan PPS segera berproses sehingga jaminan-jaminan anggaran harus dipenuhi oleh pemerintah,” ujarnya.

Dia menegaskan, pemerintah tidak mungkin tidak ada uang. Pemerintah memiliki kewajiban menyediakan anggaran sesuai kebutuhan penyelenggaraan pilkada. “KPU beri waktu dua minggu, agar Pemda segera menyelesaikan anggaran, karena jika tidak maka bisa menghambat pelaksanaan pilkada Tikep.” tuturnya. 

Menurut dia, kalau sesuatu terhambat maka bisa berhenti di tengah jalan, apalagi proses pencairan anggarannya bertahap 40 persen, 50 persen dan 10 persen. Namun, diharapkan, pencairan atau transfer sekaligus itu lebih baik. “Namun kalau secara bertahap maka diharapkan anggaran sesuai dengan NPHD, tidak ada lagi kesepakatan yang tidak sesuai dengan NPHD,” jelasnya seraya menegaskan, jika anggaran Pilkada tidak cukup, tidak sesuai permintaan maka secara otomatis Pilkada akan terhenti.

“Saya analogikan seperti kebutuhan bensin 5 liter dengan jarak tempuh 10 kilometer sampai ke titik finis tapi ternyata bensin yang tersedia hanya 2,5 liter, tentu mesin akan mati ditengah jalan. Sama halnya, anggaran NPHD itu harus terealisasi tidak boleh tidak, ditambah dengan anggaran ad hoc juga harus dipenuhi tidak ada lagi tawar menawar,” tegasnya. (wm02/red)