TERNATE -PM.com, Penyelidikan kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) DPRD Halmahera Selatan yang berpotensi dihentikan turut menyita perhatian publik.

Ketua Peradi Maluku Utara, Muhammad Konoras menyatakan, kewenangan penghentian penyelidikan dan atau penyidikan itu adalah hak mutlak dari tim penyelidik maupun penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.

Hanya saja, dasar penghentian penyelidikan dan atau penyidikan dengan alasan kerugian keuangan negara sudah dikembalikan sehingga kasus tersebut tidak perlu diteruskan penyelidikan dan atau penyidikannya adalah sebuah pelanggaran terhadap asas. Pasalnya, bahwa rumusan delik korupsi yang ada pada Pasal 2 dan Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 Jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah delik formil, bukan delik Materil. “Artinya bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan perbuatan pidananya,” kata Konoras, kemarin (10/3/2020).

Konoras menilai, dalam kasus SPPD fiktif atau sebutan lain dalam menggunakan SPPD oleh Anggota DPRD Halsel telah terindikasi kerugian negara berdasarkan temuan BPK. Oleh karena itu, semestinya kejaksaan tidak hanya melihat telah terjadi pengembalian keuangan negara tetapi harus melihat niat jahat (Mens Rea) dan perbuatan yang telah melanggar UU (Actus Reus) dari para pelaku. “Hal ini bersesuaian dengan rumusan delik formil yang ada pada UU Tipikor diatas,” jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut Konoras, niat penghentian penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Maluku Utara terhadap kasus penggunaan SPPD di DPRD Halsel patut disesalkan karena hanya mengacu pada kerugian negara yang telah dikembalikan. Padahal menurut niat jahat (mens Rea) dan perbuatan yang melanggar UU (Actus Reus ) telah terpenuhi dilakukan oleh para pelaku.

Dalam beberapa kasus korupsi yang pernah ada indikasi perlakuan diskriminasi dari Kejaksaan dimana kasus yang sama (korupsi) tersangka telah mengembalikan kerugian negara tetapi para tersangka tetap diproses sampai ke Pengadilan. “Inilah yang patut disesalkan. Perlu diketahui bahwa Instruksi Presiden (Inpres) tidak bisa mengenyampingkan Undang Undang,” tandasnya. (Nox/red)