SOFIFI-PM.com, Sekretaris Daerah Provinsi Maluku Utara, Andi Bataralifu, Jumat (31/1/2020) akhir pekan kemarin, menghadiri dan melakukan penandatanganan pakta integritas Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak (GEBER PPA) untuk wujudkan Indonesia Layak Anak tahun 2024, yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
Kegiatan yang bertempat di ruang RA. Kartini, Kantor Kementerian PPPA, Jln. Medan Merdeka Barat No 15, Jakarta Pusat itu, dengan melibatkan 15 Kementerian/Lembaga terkait, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota serta 65 Lembaga masyarakat.
Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, dalam sambutannya mengatakan bahwa, praktik perkawinan anak di Indonesia sudah mengkhawatirkan. Untuk tingkat ASEAN, Indonesia menempati urutan ke–2 (dua). Olehnya itu, Presiden Jokowi mengamanahkan 5 (lima) isu prioritas pada Kemen PPPA, satu diantaranya adalah pencegahan perkawinan anak.
“Melalui data yang di release BPS 2018 menunjukkan sekitar 11,2 persen Perempuan usia 20 sampai 24 tahun yang telah menikah, melaksanakan pernikahan pada usia anak (di bawah 18 tahun), dan terdapat 20 Provinsi di Indonesia memiliki angka perkawinan yang lebih tinggi dari angka rata-rata nasional 11,2 persen,” kata Menteri.
Lanjut Menteri, terdapat 20 Provinsi itu adalah Provinsi Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Bengkulu, Sulawesi Tenggara, Bangka Belitung, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Jambi, Kalimantan Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Papua.
“Untuk mengejar target yang diberikan bapak Presiden agar angka perkawinan anak turun menjadi 8,74% pada tahun 2024, Kemen PPPA merangkul seluruh pihak, utamanya pimpinan daerah untuk memperkuat Geber PPA, dengan melakikan Penandatanganan Pakta Integritas Pencegahan Perkawinan Anak oleh 20 Provinsi dengan angka perkawinan anak tertinggi dan di atas angka rata-rata nasional,” ungkapnya.
Menurut Menteri, langkah progresif harus bersama-sama kita lakukan pasca disahkan UU Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana batas usia perkawinan diubah menjadi usia 19 (sembilan belas) tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Terhadap instrumen tersebut, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.
“Kedepan nantinya masih akan diperlukan Peraturan Pelaksanaan atas UU Perkawinan tersebut,” ungkapnya.
Menteri juga menghimbau kepada masyarakat, terutama keluarga dan orang tua, juga berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak, termasuk didalamnya memenuhi hak-hak anak, seperti yang tertuang pada Konvensi Hak Anak dan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Hak untuk mendapatkan pengasuhan yang layak, memperoleh pendidikan dan layanan kesehatan, serta hidup yang bebas dari kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan salah lainnya,” tegas Menteri.
Menteri berharap kepada seluruh pimpinan kepala daerah, agar berkomitmen untuk mengurangi tingkat pernikahan anak usia dini dapat segera dilaksanakan disetiap daerah.
Hadir dalam acara itu, 20 (dua puluh) Kepala Daerah dan Sekda, Sekretaris Kementerian PPPA, Deputi Menteri PPPA Tumbuh Kembang Anak KPPPA, Ketua Komisi VIII DPR RI, Tim Ahli Utama KSP, Dirjen Bina BangdaKemendagri, Ketua Pokja Perempuan dan Anak Mahkamah Agung, Hakim Agung Kamar Agama, Tokoh Lintas Agama dan Kepala Bappeda 20 Provinsi serta Kepala Dinas PPPA 20 Provinsi. (iel/red)
Tinggalkan Balasan