Kapolres: Polisi Penganiaya Terancan Dipecat
MOROTAI-PM.com, Sejumlah oknum polisi yang bertugas di Polres Morotai, Rabu (25/12/2019) dini hari, diduga kuat menganiaya Sekretaris Ikatan Keluarga Tidore (IKT) Morotai Jamaludin. Penganiayaan terhadap Jamaludin yang juga salah satu PNS di Dinas Kesehatan (Dinkes) itu dilakukan oleh sejumlah oknum polisi ketika Jamaludin dibawah ke kantor Polres Morotai. Akibat pemukulan itu, kepala korban pecah dan mengeluarkan darah, wajahnya memar dan bagian tubuh lainnya bengkak.
Berdasarkan data yang dikantongi koran ini, kejadian pemukulan itu berawal sekitar pukul 02.00 dini hari. Dimana, seorang oknum polisi diduga dalam keadaan mabuk sedang memukul sejumlah warga Manado di pasar modern. Saat itu, datanglah korban Jamaludin dan istrinya Sri Hadad yang juga berkapasitas sebagai Plt Kades Yayasan bermaksud untuk menghentikan aksi oknum polisi tersebut. “Torang (saya dan Suami) kasih aman, karena polisi itu pukul trus, dan kami telpon polisi untuk datang ke TKP, karena dorang dengar polisi datang, tiga orang teman pelaku melarikan diri, dan pelaku juga hendak lari tapi torang tahan agar jangan lari.” tutur Sri, istri korban kepada koran ini.
Setelah polisi tiba di TKP, bukan menindak pelaku yang juga oknum polisi itu tapi membawa suaminya (korban) ke kantor polisi. Disanalah terjadi penganiayaan. “Dong pukul bergantian. Satu masuk, dua masuk begitu, abis keluar lagi masuk lagi. Saya tra hitung berapa orang,” jelasnya.
Ditanya apakah pada saat pemukulan itu anggota polisi menggunakan pakaian seragam, Sri mengaku tidak. “Trada, mereka pake baju preman semua. Kkebetulan saya lihat, bahkan saya video pa dorang (Polisi yang pukul) cuma saya Video dari luar,” ungkapnya. Sembari mengaku selain dipukul, beberapa polisi juga terlihat menginjak korban bagian dada.
Sementara Kapolres Morotai AKBP Andri Hariyanto S.ik ketika dikonfirmasi awak media membenarkan adanya kejadian itu. Andri menegaskan, jika dari hasil penyelidikan dan penyidikan, anggota Polisi yang melakukan penganiayaan itu terbukti maka akan diberi sanksi hingga pemecatan. “Kalau anggota kena kode etik itu ada pemecatan, klo sanksi disiplin itu ada tunda kenaikan pangkat, masuk sel 7 hari, 14 hari hingga 21 hari. Kemudian penundaan gaji berkala atau mutasi, tergantung penyelidikan (soal pemecatan) kita nggak mau langsung tapi ikut proses,” tegasnya.
Dia mengatakan, kasus tersebut sementara dalam tahap penyelidikan dan penyidikan baik masyarakat maupun anggotanya. Penyelidikan itu untuk memastikan status hukumnya karena pihaknya lagi memilah kasus masyarakatnya maupun anggotanya. Selain itu, keterlibatan oknum polisi itu tetap akan ditindak secara tegas. “Saya bilang pak Waka bahwa proses anggota, harus berani berbuat berani bertanggungjawab, kita lagi lidik mana kejadian sebenarnya yang jelas kekerasan tidak diperbolehkan baik masyarakat atau polisi,” terangnya.
Selain itu, dirinya sudah memerintahkan kepada Kasatreskim untuk segera menahan oknum polisi yang menjadi biang penganiayaan. “Pemicu awal sudah kita tahan yang ribut kita masukkan ke sel propam 2 orang saya bilang kasat Reskrim tahan anggota saya di Halteng 3 anggota dipecat, saya bilang itu harus saya lakukan karena itu dapat menghancurkan institusi,” ujarnya.
Ditanya kronologis, dirinya mengaku masih terdapat dua versi, pihaknya harus menyelidiki hingga tuntas. “Menurut anggota, ada yang lempar jadi mereka cari siapa yang lempar, dan polisi diikat, siapa pun yang salah harus ditindak, pak bupati turun saya bilang saya janji kalau anggota salah saya tindak,” tegasnya.
Berdasarkan pantauan, kejadian itu sampai ke Bupati Morotai Benny Laos. Orang nomor satu di Pemkab Morotai itu langsung turun ke kantor Polisi memastikan masalahnya termasuk melihat kondisi korban. Namun, setelah Benny pergi, Kapolres langsung mengumpulkan seluruh anggota dimarahi. Bahkan, Kapolres meminta agar anggotanya harus terbuka soal kasus tersebut. (ota/red)
Tinggalkan Balasan