SOFIFI-pm.com, Komite II DPD RI mengadakan kunjungan kerja perdana di 2025 ke Provinsi Maluku Utara.
Kunjungan tersebut dalam rangka penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait rancangan Undang-Undang tentang Hirilisasi Mineral dan Batu Bara di Maluku Utara, berlangsung di Ball Rom Royal, Ternate, Senin (3/2/2025).
Ketua Komite II DPD RI, Dr. Badikenita Sitepu mengatakan, Maluku Utara termasuk salah satu daerah yang menjadi objek industrialisi terkait kesiapan terhadap keberlanjutan rancangan Undang-Undang tentang Hirilisasi dan Batu Bara.
Dalam kunjungan itu, membahas pemanfaatan atau dampak hiriliasi yang nantinya akan dimasukkan dalam rancangan Undang-undang tersebut. Juga dana bagi hasil terhadap daerah penghasil tambang.
Badikenita bilang, berbagai pihak dilibatkan dalam DIM tersebut, seperti pemerintah provinsi, pihak investor, pengusaha lokal, akademisi dan masyarakat sipil.
“Kami ingin melihat apa-apa yang diperlukan beberapa daerah termasuk Maluku Utara untuk didorong dalam invetarisasi masalah,” katanya kepada wartawan.
Beberapa masalah yang berkembang dalam pertemuan itu, salah satunya air bersih, serapan tenaga kerja lokal dan lainnya, kata Badikenita akan menjadi perhatian serius DPD untuk disampaikan ke Pemerintah Pusat.
“Kita memang mengejar pertumbuhan ekonomi, tapi kita juga tidak boleh mengabaiikan kesejarteraan rakyat dalam bentuk ekonomi, kontiunitas kehidupan mereka, pendidikan anak, kesehatan kita juga harus melihat itu,” ujarnya.
Senada, Anggota DPD RI, Dr. R Graal Taliawo mengatakan, rancangan Undang-undang Meniral dan Batu Bara merupakan agenda yang sudah dirancang komite II.
Senator perwakilan Provinsi Maluku Utara itu menuturkan, tujuannya untuk mengawal agenda hirilisasi di daerah-daerah industri, salah satunya Maluku Utara.
Menurutnya, Pemerintah Pusat pasti punya kepentingan dalam investasi. Namun begitu Provinsi Maluku Utara juga punya kepentingan tehadap dampak positif dari eganda investasi.
“Sudah 10 tahun kegiatan hirilisasi yang masuh dilakukan pemerintah, maka perku dikawal, perlu dibuat regulasinya. Kemudian muncul pemikiran bahwa kita merancang suatu rancangan undang-undang,” katanya.
Sementara, Pj Gubernur Maluku Utara, Samsuddin A Kadir mengatakan, pemerintah provinsi hanya palaksana keputusan politik yang bernaung di bawah peraturan perundang-undangan.
Menurutnya, selama peraturan perundang-undangan tidak mengatur sautu ketentuan, pemerintah tidak wajib melaksanakannya meski itu baik.
“Kadang-kadang hal yang baik itu bisa karena kebijakan kita melakukan, bisa juga tidak karena kita menganggap itu tidak ada salahnya,” singkat Samsuddin.
Tinggalkan Balasan