poskomalut, Halmahera Barat menjadi kabupaten kelima yang Dr. R. Graal Taliawo kunjungi setelah dilantik sebagai Anggota DPD-RI pada Oktober 2024 lalu.

Sebelumnya ia sudah bersafari politik kerja ke Halmahera Timur, Tidore Kepulauan, Halmahera Utara, dan Halmahera Selatan.

“Setiap jadwal turun lapangan ke daerah pemilihan, saya akanlakukan kunjungan pengawasan ke desa-desa di Maluku Utara. Kali ini ke Halmahera Barat. Banyak dong basudara kirim pesan dan minta kita berkunjung ke Halmahera Barat, termasuk Loloda,” jelasnya.

Perjalanan menantang

Perjalanan ke Halmahera Barat terbilang menantang. Pertama-tama Dr. Graal mengunjungi desa-desa di Kecamatan Loloda lalu lanjut ke Ibu Selatan, Ibu Utara, Ibu Tengah, Sahu Timur, Sahu, dan Jailolo.

Kecamatan Loloda, salah satu yang terujung dari Halmahera Barat dan umumnya antardesa hanyabisa dilalui dengan transportasi laut.

“Mayoritas jalan darat di Kecamatan Loloda yang merupakan jalan Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten) belum tersedia. Dari satu desa ke desalainnya, warga gunakan kapal fiber alias longboat untukmenyusuri laut atau sungai. Ini juga yang kitong lakukankemarin,” jelas anggota DPD-RI dari Maluku Utara ini.

Dengan longboat, Dr. Graal menyapa dan diskusi dengan warga di beberapa desa yakni Desa Buo, Desa Salu, Desa Bantoli, Desa Bakun, dan lainnya sampai Desa Jano.Menurutnya, Pemerintah Daerah perlu memberi atensi pada pembangunan jalan darat di Kecamatan Loloda.

“Transportasilaut ini begitu bergantung pada keadaan cuaca dan pasang surut air laut. Jika air surut seperti yang kemarin saya alami, kitong harus dorong longboat. Pun ketika gelombang, tara adayang berani keluar dari desa. Kondisi ini akan terasa begitudarurat jika ada kebutuhan warga untuk akses fasilitaskesehatan dengan segera,” ujar Dr. Graal.

Diskusi substansi, tanpa uang duduk

Dimulai dengan Safari Politik Gagasan tanpa politikuang/politik amplop, lalu terpilih, laki-laki kelahiran Wayaua, Bacan ini lanjut dengan Safari Politik Kerja tanpa politik uang duduk.

Saya turun ke desa-desa di Loloda yang bahkan cenderung dihindari karena sulit dijangkau. Tidak lain, saya ingin mengajak warga berdiskusi tentang dorang pe evaluasiatas kebijakan Pemerintah Pusat di daerah; apa saja yang kurang maka kitong catat dan tindaklanjuti ke Kementerian terkait ketika pulang ke Jakarta,” kata Dr. Graal.

Substansi diskusi yang pegiat Politik Gagasan ini lakukan pun adalah berbagi tentang pendidikan politik (Trias Politica, spiral korupsi, fungsi DPD sesuai UUD 1945 Pasal 22D, dan lainnya).

Ia juga menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas kinerjanya selama ini di DPD dalam lingkup fungsi DPD: mengusulkan rancangan undang-undang, membahas undang-undang, dan melakukan pengawasan atas UU.

Warga menyambut positif kehadiran anggota Komite II DPD-RI ini.

Kitong tara perlu doi dudu. Pak Doktor kase torangpintar politik. Kase tahu beda anggota legislatif dan lembagaeksekutif. Kase jelas pa kita dampak praktik politik uang—yang selama ini biasanya dilakukan—pada kita pe kehidupandan pelayanan publik. Kita juga baru tahu jumlah APBD Provinsi Maluku Utara dan Halmahera Barat yang pe basaritu,” respons seorang warga Desa Salu.

Warga Desa Bantolimengatakan hal serupa, “Apresiasi kehadiran Pak Doktorsampai di kitong pe desa. Baru kali ini kitong bisa diskusisecara berkualitas dan kase jelas semua pengetahuan juga informasi. Kita jadi tahu pentingnya fungsi pengawasan yang melekat pada anggota legislatif. Jika eksekutif tidak diawasi, bagaimana kitong pe alokasi anggaran? Kenapa tong pe masalah publik yang puluhan tahun itu sampai sekarangbelum diselesaikan?”

Persoalan publik di Halmahera Barat

Di banyak titik diskusi di desa-desa Kecamatan Loloda, wargamenanyakan tentang pembangunan Rumah Sakit Pratama yang dipindahkan dari Kecamatan Loloda ke Kecamatan Ibu.

“Mengapa pembangunannya sampai dipindahkan ke Kecamatan Ibu? Ada apa di balik pemindahan ini?” tanyawarga desa Buo.

Hal ini tentu sangat disayangkan dan sudahjelas menyalahi aturan. Terlebih, anggaran Tahap 1 sudahdikeluarkan oleh Pemerintah Pusat yang tahunyapembangunan dilakukan di Desa Jano, Loloda.

Dr. Graal menambahkan, “Yang juga warga teriakkan adalahjalan darat yang menghubungkan antardesa di Loloda. Mereka bergitu terkendala untuk mobilitas karena terbatas pada transportasi laut. Jika jalan dibangun akan sangat membantumereka untuk akses berbagai pelayanan dan kesempatan lainnya, termasuk ekonomi.”

Lulusan doktoral Ilmu Politik Universitas Indonesia ini juga melihat ada hal urgen lainnya: pengelolaan sampah di daerahpesisir/kepulauan.

“Di semua desa di Loloda belum adasistem atau strategi untuk mengolah sampah. Puluhan tahunsampah dibuang ke kali atau laut. Di Ibu masih sebatas pada sistem open dumping yang juga tidak menyelesaikanpermasalahan sampah untuk jangka panjang,” tambahnya.

Di beberapa desa termasuk di Ibu, warga juga mengeluhkanjalan tani yang belum dibangun sejak puluhan tahun lalu, meski sudah disampaikan melalui Musrenbang.

“Kitong inisebagian besar adalah petani/pekebun yang menggantungekonomi pada hasil tani/kebun. Selama ini kitong pe setengahmati bapikul hasil tani/kebun dari ladang,” kata warga desaGoin.

Sama seperti di kabupaten lainnya, masih ditemukan kasuslahan warga bersinggungan dengan area hutan lindung.

“Kita pe kobong dan dusun ini masuk area hutan lindung. Jadi tidakbisa disertifikatkan. Kita jadi tako-tako bagitu ketika akanolah lahan karena belum ada kepastian hukum,” kata warga Desa Gamlamo.

Semua catatan evaluasi dari warga tersebut akan Dr. Graalpelajari dan kategorisasi sesuai lingkup kerja DPD—mengawasi kinerja Pemerintah Pusat.

Jika lingkupKementerian, maka kemudian akan ditindaklanjuti ke kementerian terkait untuk mendapat tanggapan dan menjadiatensi demi pembangunan Maluku Utara yang lebih baik kedepan. Jika lingkup Pemerintah Daerah, maka akandisampaikan ke Pemerintah Daerah (Gubernur/Bupati) terkait untuk menjadi atensi dan tambahan data.

Mag Fir
Editor