TERNATE-PM.com, Sidang kelanjutan kasus pembunuhan Titi Gorda, Pemilik tokoh Mabel Citra Indah Kelurahan Gamalama, Kota Ternate Tengah, kembali dilaksanakan di Pengadilan Negeri Ternate, Kamis (30/01/20). dengan terdakwa Hendrik dan Susana sebagai otak pembunuhan  dibalik tewasnya Bos Mabel Citra.

Sidang kelanjutan itu, dengan agenda mendengar pernyataan saksi ahli yang didatangkan oleh Hendra Karianga kuasa hukum kedua terdakwa. Saksi ahli didatangkan dalam persidangan itu Ialah ahli hukum pidana dan hukum acara pidana Prof. Dr. H. M. Said Karim, guru besar dari Universitas Hassanuddin Makassar.

Dalam persidangan tersebut, saksi ahli ditanyakan oleh kuasa hukum Hendra Karianga mengenai dengan lima peran pelaku yang dikualifikasikan dalam pasal 55 KUHP dan pasal 56 KUHP tentang pelaku tindak pidana.

Saksi ahli Prof. Dr Said Karim menjelaskan, lima peran pelaku yang di atur dalam pasal 55 KUHP yaitu, pertama orang yang melakukan, kedua orang yang menyuruh melakukan, ketiga orang yang turut melakukann, yang keempat orang yang sengaja membujuk, kelima orang yang membantu melakukan. Kemudian secara spesifik, Said menjelaskan dua peran ada sangkut pautnya dengan peran pelaku tindak pidana kejahatan pada kasus pembunuhan itu dan peran kedua terdakwa sebagai aktor dibalik eksokutor Tirto.  

“orang yang melakukan ialah suatu perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dengan memenuhi semua tingkat pidananya dan menutupi semua unsur unsur religinya. Sedangkan orang yang menyuruh melakukan adalah orang yang punya niat suatu kejahatan atau tindak pidana, tapi orang tersebut tidak mampu melakukannya sehingga dia menyuruh orang lain untuk melakukannya”, paparnya.

Agenda mendengar pendapat saksi ahli pada persidangan itu, didasarkan atas keterangan pelaku pembunuhan Adit pada persidangan tahun 2015 lalu,  yang menyatakan bahwa saudara Hendrik dan Susana ialah orang yang menyuruh Adit untuk melakukan tindak kejahatan pembunuhan kepada Titi Gorda.

Hal itu pun menuai pertanyaan Kuasa Hukum kedua terdakwa soal sistem pembuktian tindak kejahatan kepada kedua klainnya. jika pembuktian hanya dari satu keterangan saksi, apakah itu bisa dikatakan minimal untuk cukup membuktikan.

Kata Said, berkenaan dengan pembuktian, Dalam pasal 184 KUHP hukum acara pidana UU No 8 tahun 1981 dikatakan Bahwa, komponen alat bukti sah di dalam membuktikan orang melakukan perkara pidana, terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, Surat,  pentunjuk  dan keterangan terkait.

Kelima alat bukti ini kemudian diminimumkan dalam pasal 183 KUHP yang menjelaskan bahwa, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Kemudian hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar terjadi.  

“Jadi dari segi pembuktian, jika dalam kasus ini hanya satu komponen saksi yang menjadi satu alat bukti, maka ketentuan tidak memenuhi standar Sah. Lebih lagi tidak memenuhi standar dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa”, kata Prof Said guru besar dalam hukum pidana di UNHAS Makasatu  itu. 

Lebih lanjut, didepan majelis hakim, Prof Said Karim mengatakan, jika kita kaitkan dengan asas ‘satu saksi bukan saksi’. Maksudnya kalau satu saksi maka menurut padangan hukum acara pidana, itu bukan dikatakan saksi. Karena hanya saksi seorang diri. Tetapi dalam kaitan ‘satu saksi bukan saksi’ bukan terletak dari banyak saksi.

” jadi yang dimaksud dengan petunjuk yaitu satu komponen alat bukti dengan alat bukti lainnya. Jika dalam persidangan hanya ada satu komponen bukti saksi, artinya ada lebih dari satu saki, dan tidak ada komponen bukti lain, lalu keterngan saksinya bersesuian dan tidak memberikan pentunjuk bukti lain, maka ini tidak memenuhi standar pembuktian minimum”, ungkap Said.

Akan tetapi, saksi ahli menjelaskan lagi bahwa jika dalam perkara itu ada satu saksi dan terdakwa, maka itu termasuk kategori pembuktian minimum. Karena sudah ada dua alat bukti yakni keterangan saksi dan keterangan  terdakwa.

“Selama keberadaan komponen-komponen itu bersesuaian dan tidak berdiri sendiri satu sama lain, maka itu bisa termasuk dalam kategori pembuktian”, Tambanya.

Disamping itu, menurut yang dikatakan hakim ketua Rahmat Selang bahwa, di dalam persidangan perkara itu, sudah ada keterangan saksi yakni terpidana Adit dan dua saksi lainnya,  keterangan kedua terdakwa dan ada bukti surat fisum. Dengan demikian, ketiga komponen bukti ini sudah memenuhi kategori pembuktian minimum sebagaimana yang diatur dalam pasal 183 KUHP.

“Terlepas dari terdakwa terbukti bersalah atau tidak, itu nanti majelis hakim yang menilai”, tegas Hakim ketua.

Kemudian hakim ketua bertanya apabila saksi yang keterangannya berdiri sendiri tapi jika didukung dengan komponen bukti lain berupa keterangan terdakwa, keterangan saksi lain dan bukti surat, apakah itu bisa dijadikan dasar untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa atau tidak.

“Jika dalam perkara ini di temukan komponen bukti yang memenuhi standar minimum pembuktian, sisanya itu kembali menjadi kewenangan majelis hakim melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk mengumpulkan cukup bukti lalu memutuskan terdakwa bersalah atau tidak”, Jawab Prof Said Karim.

Usai saksi ahli memberikan keterangan, hakim ketua Rahmat Selang pun menunda persidangan sampai Kamis (05/01/20) dengan agenda putusan terhadap kedua terdakwa. (AP-red).