Mubin A Wahid : Kita Akan Undang BP2RD dan Disperindag untuk Satukan Persepsi
TERNATE-PM.com, Menindaklanjuti hasil pertemuan sebelumnya antara Komisi II DPRD kota Ternate bersama BP2RD terkait penetapan harga pajak pada lapak di pasar percontohan lantai I beberapa waktu lalu. Komisi II kembali mengundang pedagang lapak yang menempati wilayah tersebut untuk melakukan rapat dengar pendapat umum pada Jum’at, (07/02/2020).
Agenda rapat tersebut diikuti oleh Ketua dan anggota komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Ternate, dan seluruh pedagang yang menempati lokasi lapak di pasar percontohan atau yang lebih dikenal kerukunan Pedagang Pasar Percontohan Lantai I.
Ketua komisi II, Mubin A Wahid mengatakan, terkait retribusi pasar yang dikenakan kepada pedagang yang menempati lokasi lantai I pasar percontohan. Dalam pertemuan tersebut ada beberapa hal yang dikeluhkan oleh para pedagang diantaranya retribusi sampah, emperan dan kios yang ditempati oleh pedagang.
Para pedagang menganggap retribusi yang berlaku cukup memberatkan Pedagang, sehingga mereka meminta DPRD untuk mempertimbangkan apa yang menjadi permohonan mereka yang dianggap memberatkan seluruh pedagang yang ada. “Jadi ada retribusi sampah, emperan dan kios yang dianggap memberatkan mereka semua yang menempati lokasi tersebut,” ujarnya kepada poskomalut.com.
Berdasarkan surat yang disampaikan oleh pedagang ke DPRD, yang dibayar per hari memiliki variasi berbeda diantaranya, leo emperan Rp. 2.000, retribusi sampah Rp. 10.000.00 dan kios Rp. 40.000.00 per hari. Maka retribusi yang harus dibayar oleh pedagang selama satu bulan sebesar Rp. 1.200.000.00.
Dalam pertemuan tersebut, DPRD memberikan solusi bahwa sekarang sudah diberikan kewenangan penarikan retribusi dari bulanan maupun tahunan yang dilaksanakan oleh BP2RD, sedangkan harian masih dilakukan oleh Disperindag.
Setelah keluar dua aturan yang berlaku antara Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Wali Kota (Perwali), pedagang menganggap regulasi mana yang perlu dipakai, apakah perda atau Perwali. DPRD menyampaikan bahwa, Perwali merupakan turunan dari Perda dan apabila tidak bertentangan dengan Perda maka Perwali itu yang akan di gunakan. “Tetapi kalau bertentangan dengan Perda maka itu akan menjadi temuan,” terangnya.
Untuk itu BP2RD tetap akan konsekuen melaksanakan apa yang menjadi Perda, mengingat perda sebelumnya tidak diubah maka BP2RD akan tetap menggunakan Perda yang lama. DPRD juga menyampaikan kepada Pedagang untuk langsung berkonsultasi ke BP2RD karena mereka telah menyiapkan semuanya. “Kalau mau membayar retribusi bulanan atau tahunan bisa langsung ke sana, karena sudah disiapkan semuanya. Jadi, pedagang nantinya menandatangani kontrak kemudian seluruh persyaratan sudah terpenuhi, pedagang tinggal langsung membayar di Bank. Sudah tidak lagi ada uang cash tapi non tunai. Seperti itulah prosedurnya,” tuturnya.
Fokus DPRD yang dilakukan bersama para pedagang adalah retribusi yang dianggap oleh pedagang menjadi sebuah beban untuk menyelesaikan tunggakan, dan pembayaran pedagang ditahun berikutnya. Setelah mengkaji semuanya, DPRD berencana akan mengundang kembali BP2RD dan Disperindag untuk disatukan persepsi terkait persoalan tersebut sehingga tidak lagi memberatkan pedagang. “DPRD juga ke depan harus mengetahui kira-kira berapa retribusi yang diperkenankan dan dipungut oleh Pemkot Ternate di Pasar. Apakah 2, 3, 4, 5, 6, atau 7. Kita juga akan pertanyakan terkait emperan yang dimanfaatkan selama ini sudah diatur oleh Perda maupun Perwali, atau belum dan akan di kenakan retribusi atau tidak. Itu akan kita tanyakan, sebab semuanya harus ada regulasi baru bisa dilakukan pemungutan. Kalau tidak ada regulasi maka tidak boleh dipungut seenaknya,” tegasnya.
Selain itu, salah satu pedagang yang mengeluh sudah membayar retribusi, namun belum dibuatkan surat kontrak langsung ditanggapi oleh DPRD. Pihak DPRD telah melakukan konfirmasi ke Dinas terkait bahwa setiap pembayaran, setelah diambil alih maka seluruh proses dilalui termasuk penandatanganan kontrak. “Saya sudah sampaikan ke pedagang, melalui pesan Whaatsap yang diterima dari Kadis bahwa kontrak sudah disiapkan, dan kontraknya tetap berdasarkan Perda bukan Perwali. Karena dianggap Perwali tidak sinkron atau tidak sesuai dengan perda. Mereka seluruhnya pungut sesuai Perda dan pada saat proses berakhir, mereka menandatangani langsung kontrak dan bayar di Bank. Sudah tidak lagi dibayar di petugas yang ada,” tutupnya. (OP/red)
Tinggalkan Balasan