JAILOLO-PM.com, Warga Loloda Tengah (loteng), Kabupaten Halmahera Barat (Halbar), mendesak Bupati Danny Missy, menghentikan aktivitas PT.TUB yang melakukan kegiatan penambangan pada wilayah tersebut.

Desakan warga itu melalui aksi unjuk rasa yang dihelat Komando Barisan Rakyat Loloda (Kobra), yang dipusatkan di kantor bupati Halbar dan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Rabu 5 Februari 2020.

Kordinator aksi, Rivaldo dalam orasinya mengatakan, Bupati Danny Missy terkesan cuek denga janji yang disepakati bersama antara warga tujuh lingkar tambang dan terkesan mementingkan kepentingan perusahan dibanding masyarakat.

Padahal hasil kesepakatan sebelumnya memuat penundaan perusahan beroperasi jika tidak memenuhi kesepakatan bersama antara warga loteng. Namun kendati kesepakatan diabaikan oleh perusahan, tetapi Pemda biarkan perusahan leluasa beroperasi hingga saat ini dengan berdalih pengambilan sampel.

“Janji perusahan dan Pemda kepada warga lingkar tambang yaitu merealisasikan fasilitas jalan, listrik dan air bersih, serta bayar lahan warga yang diwilah tersebut. Tapi sampai kini tidak dipenuhi.”teriakan tegas orator itu.

Terlebih, sebelumnya Danny berjanji akan merealisasikan loloda tengah sebagai kecamatan dengan pusat kota kecamatan di Barataku. Namun kenyataannya itu hanya janji untuk meluluhkan hati warga saat Pemda berkepentingan memasuki perusahan tambang tersebut.

Rivaldo mengatakan, aksi penolakan PT.TUB telah dilakukan berulang kali dengan tuntutan yang sama terkait pelanggaran UU no 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup dan UU no 4 tahun 2009 tentang minerba yang belum dipenuhi PT.TUB. Pasalnya, PT.TUB belakangan membodohi masyarakat loloda, karena mengabaikan kerusakan lingkungan baik darat maupun laut.

Dengan itu massa aksi kata Rivaldo, mengaku investasi tambang diwilayah loloda khususnya enam desa lingkar tambang bermasalah.

Terlebih kata Rivaldo, hadirnya PT.TUB yang dimuluskan oleh Bupati Danny belakangan bisa berdampak konflik horisontal di masyarakat. Pasalnya, dalam dokumen konsultasi publik menerangkan terkait nama desa yang masuk lingkar tambang hanya enam desa. Yakni, desa Tosomole, Gamkahe, Barataku, dan Pumadada.

Anehnya, hasil konsultasi ormas dan tokoh masyarakat loloda kepada Pemda Halbar menyebut delapan desa masuk wilayah lingkar tambang termasuk desa Bilote dan desa Jano.

Aksi yang dihelat di kantor bupati tidak ditemui Bupati Danny, karena saat ini bupati dikabarkan urusan kepentingan partai politik persiapan pencalonan tahun 2020. Massa yang tidak puas kemudian melanjutkan orasi di gedung DPRD Halbar.

Beruntung di DPRD, unsur pimpinan DPRD memanggil massa aksi melakukan hering bersama di ruang banggar lantai II DPRD Halbar.

Hearing tersebut, dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Halbar, Charles R Gustan yang didampingi Ketua Komisi I, Djufri Muhammad, Ketua Komisi II, Nikodemus Ratulangi dan Ketua Komisi III, Juliche D Baura.

Dalam hearing, Ketua DPRD Halbar, Charles R Gustan memaparkan perintah Presiden RI, Joko Widodo terkait dengan kepentingan masyarakat harus dipenuhi disaat perusahan melakukan ekploitasi dan ekplorasi pada bidang pertambangan.

Dengan itu dia berjanji akan mengundang pemerintah daerah untuk mempertanyakan alasan hak rakyat, yang diabaikan oleh perusahan.

Sementara Ketua Komisi I, Djufri Muhammad, mengaku tidak hanya mengundang pihak Pemerintah Daerah tapi juga diikuti dengan mengundang perusahaan tambang PT TUB untuk melakukan rapat dengar pendapat (RDP).  

Sedangkan, Ketua Komisi III, Juliche D Baura, mengaku, akan mengumpulkan seluruh bukti-bukti dari hasil kesepakatan antara masyarakat dan Pemerintah Daerah untuk ditindaklanjuti.(lan/red)