Mukhtar: Ada Pilihan Lain Tanpa Bebani APBD

SOFIFI-PM.com, Pemerintah provinsi (Pemprov) Malut sepertinya kehabisan akal untuk menutupi angka defisit yang dirancang fantastis, kurang lebih Rp 600 miliar. Cara instan pun diambil, yakni melakukan pinjaman pada pihak ketiga senilai Rp 500 miliar. Hal ini mendapat sorotan tajam dari dosen ekonomi Universitas Khairun (Unkhair) Ternate Mukhtar Adam.

Menurut Mukhtar, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mendesain dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2020 terkesan menjebak  KH Abdul Gani Kasuba (AGK) sebagai gubernur yang baru saja terpilih. Persoalan pinjaman ini menurut Mukhtar, kelihatan skenario periode pertama dengan beban utang kepada pihak ketiga tidak mujarab sehingga pada periode kedua ini kembali berutang dengan nilai yang cukup fantastis Rp 500 miliar. Artinya dalam 5 tahun kepemimpinan AGK-Yasin dibebani utang pokok Rp 100 miliar, belum termasuk bunga dan administrasi pinjaman.

“ Saya melihat ada aktor dibalik utang dalam 2 periode kepemimpinan AGK, sehingga perlu diingatkan ke AGK apakah kepemimpinan beliau memang beliau mau mewariskan utang,” kata Mukhtar dengan dana tanya. Lanjutnya, kalau dilihat dari latar belakang gubernur sebagai ustadz, dia  tidak cukup percaya jika AGK mau mengelola pemerintahan utang. Sebab, public akan memberikan stigmapstigma buruk terhadap AGK sebagai gubernur utang. ”Tentu banyak pihak bakal tidak setuju termasuk saya.  Artinya masih banyak pilihan lain yang bisa dikelola dengan pencapaian target pembangunan tanpa dibebani utang,” ujarmya.

Dia mempertanyakan sikap TAPD yang memilih jalan instans dengan melakukan pinjaman daerah yang mencapai Rp 500 miliar kepada SMI ?. Sedangkan menurut dia, menu kebijakan pendanaan pembangunan telah dibuka oleh Bappenas yang bisa dimanfaatkan menjadi instrumen fiskal. “Kenapa pilihan kebijakan itu tidak disarankan kepada gubernur sehingga orang nomor satu di Pemprov itu bisa memilih dari sekian pilihan-pilihan kebijakan yang tersedia,” ujarnya.

Menurutnya, mungkin banyak yang tidak tau dalam pelaksanaan pinjaman, banyak persyaratan yang harus diajukan ke kementerian keuangan. Sedangkan saat ini kementerian keuangan menempatkan Maluku Utara dengan kapasitas fiskal paling rendah. Artinya kemampuan daya tawar fiskal dari ruang fiskal yang terbatas Pemprov tidak bisa memilih ekspansi belanja yang memperlebar defiait yang melahirkan pinjaman. ”Saya sarankan TAPD dan Badan Anggaran (Banggar) baca betul PMK No 125 dan PMK No 126 agar jangan ada jebakan didalam. Yang nantinya saling menyalahkan,” katanya.

Untuk menyelamatkan gubernur dari jebakan ini, lanjut pria yang akrab disapa Pak Ota itu, perlu mengundang orang-orang gubernur yang dipandang paham tentang fiskal untuk membedah kembali RAPBD sehingga gubernur memiliki second opinion dari arah kebijakan fiskal 2020. Jika pilihan-pilhan kebijakan yang dimaksud hasilnya masih terjadi pelebaran defisit maka gubernur dapat menyampaikan kebutuhan percepatan pembangunan infrastruktur kepada Bappenas yang sudah menetapkan Sofifi sebagai salah satu prioritas pembangunan kota baru dalam RPJMN. “Pilihan-pilihan kebijakan fiskal oleh Bappenas dapat dilakukan melalui instrumen fiskal yang dikelola Bappenas. Dengan demikian resiko fiskal yang akan dialami Pemprov lebih kecil dibanding langsung memilih jalan pinjaman sebagai solusi atasi defisit,” pungkas Ota. (iel/red)