SOFIFI-PM.com, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut melalui Biro Pemerintahan Setda Malut tampak gerah dengan pernyataan Kadis Kominfo Kabupaten Halmahera Utara (Halut) Deky Tawaris yang memprotes Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 60 tahun 2019 tentang pembagian batas wilayah enam desa di Halut dan Halmahera Barat (Halbar).
Kepala Bagian Pengelolaan Perbatasan dan Penataan Kawasan Biro Pemerintahan Pemprov Malut, Aldhy Ali kepada Wartawan, Senin (17/2/2020) mengatakan, harusnya kadiskominfo Halut lebih dulu membaca seluruh dokumen tahapan dalam bentuk berita acara kesepakatan bersama yang ditandatangani dua Bupati dan Ketua DPRD serta dokumen lainnya sebelum diputuskannya permendagri nomor 60/2019. “Jangan asal komentar tanpa membaca semua berita acara dan dokumen kesepakatan bersama kedua Bupati dan DPDR,” semprot Aldhy.
Menurut Aldhy, dalam rapat dengan agenda penyerahan Permendagri nomor 60/2019 pada tanggal 19 Desember 2019 dari gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, Bupati Halut mengeluarkan statmen sejuk, sosoki seorang negarawan dan tidak gaduh seperti apa yang disampaikan oleh Kadiskominfo Halut.
Dikatakan, salah satu bentuk kesepakatan dan arahan gubernur kepada kedua Pemerintah Kabupaten yakni agar segera melakukan penyesuaian cakupan wilayah yang terdiri dari batas kecamatan dan desa, serta melakukan pendataan kependudukan pasca diterbitkanya Permendagri batas daerah ini, sehingga pasca diterbitkanya permendagri nomor 60/2019, segala bentuk proses penyelengaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat termasuk pendataan jiwa pilih di wilayah batas antara kabupaten agar mempedomani permendagri di maksud.
“Kalaupun saat ini terjadi perbedaan pendapat dan pandangan terhadap Permendagri batas tersebut, ada ruang upaya yang diatur dalam perundang-undangan yakni melakukan gugatan/judical review atas diterbitkanya permendagri dimaksud sebagaimana yang pernah dilakukan Pemda Halteng terhadap Permendagri batas daerah Haltim-Halteng beberapa waktu lalu, bukan melakukan statmen tak berdasar dan gaduh,” tuturnya.
Lebih jauh dia mengatakan, perlu diketahui pasca diterbitkannya permendagri 60/2019 sebagian besar wilayah 6 Desa adalah desa desa yang berkodefikasi dan merupakan bagian dari Kecamatan Kao Teluk Halut, hanya terdapat sebagian cakupan wilayah di desa induk tersebut sebagaimana garis batas admnistrasi masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Halbar.
“Hal ini yang menjadi perhatian serius Pemprov Malut dan instansi terkait dalam hal ini KPU-Bawaslu dan Pihak Keamanan agar hak-hak konstitusi warga dalam pelaksanaan pilkada terakomodir, serta menjamin pelayanan dasar bagi masyarakat tersebut. Karena tidak akan bisa, khususnya di 4 Desa yakni Akelamo,Bobaneigo,Tetewang dan Gamsungi Kecamatan Kao Teluk Kab. Halut melaksanakan pelayanan dasar di sebagain cakupan desanya karena secara administrasi adalah bagian Wilayah Kabupaten Halmahera Barat,” jelasnya.
Lanjut Aldhy, semangat yang dibangun saat ini bukan pada tatanan menang kalah atau puas tidak puas. Tetapi, karena dua daerah ini sudah berkonflik hampir 20 tahun sehingga seluruh energi, pikiran, tenaga dan anggaran telah digunakan untuk menyelesaikan konflik ini. “Hampir tiap hari kami menerima tokoh-tokoh masyarakat, Pemuda, Tokoh Agama dan Mahasiswa yang berdomisili di wilayah 6 Desa. Kami terus memberikan pemahaman serta alur tahapan sebelum permendagri ini ditetapkan dan tindak lanjut pasca ditetapkan , serta menunjukan dokumen berita acara kesepakatan kedua bupati agar hal ini tidak saja diketahui oleh internal pemda saja tapi masyarakat juga tau mekanisme apa saja yang telah di tempuh. Gubernur tentunya akan bergandengan tangan dengan kedua Pemerintah Daerah agar memfokuskan pembangunan serta mengejar ketertinggalan pembangunan di wilayah 6 desa tersebut,” pungkasnya. (iel/red)
Tinggalkan Balasan