TERNATE-PM.com, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Dapil Maluku Utara Ahmad Hatari menyebutkan, aksi penolakan atas disahkannya UU Cipta Kerja ditunggangi kepentingan tertentu.
Kata dia, dari 8 fraksi yang ada di parlemen hanya 2 fraksi yang menolak UU Cipta Kerja yakni fraksi Demokrat dan PKS, sementara fraksi PDI-Perjuangan, Golkar, NasDem, PPP, PKB serta PAN yang menerima dengan syarat. Dengan begitu, kata dia sebenarnya UU Cipta Kerja ini sudah baik dan tidak ada hal yang negatif.
“Pemerintah Pusat dalam rumusan UU Cipta Kerja ini sudah berpikir terlebih dahulu dampaknya. Meski, pasti ada pro kontra. Dan saya secara pribadi juga mendukung pengesahan UU Cipta Kerja ini,” ungkap Hatari, usai pembukaan Rakerwik Garda Pemuda NasDem Malut, di Sahid Bella, Minggu (11/10/2020) kemarin.
Hatari bilang, dalam undang-undang ini sebetulnya sudah jelas dan tidak ada nilai negatif. Hanya saja ada isu-isu politik yang dimainkan oleh orang-orang tertentu untuk melakukan protes.
Menurutnya, aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa dan kaum buruh diongkosi pihak-pihak tertentu. Sebab, kata dia tidak mungkin ada orang yang mau melakukan aksi hingga malam hari. Mengumpulkan uang pribadi untuk makan dan juga menyediakan perlengkapan aksi.
“Ini bukan hal baru. Perkara demo dan kepentingan tertentu itu sudah biasa. Kamu demo dari jam berapa dan bayar sesuai itu. Sama dengan orang lembur, kalau mau tambah shift kerja berarti tambah uang. Masa sering dipengaruhi begitu. Kalau tidak dibayar siapa yang mau pergi aksi sampai larut malam? Coba kalian pikir saja, tidak ada makan siang yang gratis,” tutur Hatari.
Secara terpisah, pernyataan Anggota DPR RI yang juga Ketua DPW NasDem Malut ini mendapat protes dari kalangan akedimisi.
Protes pertama datang dari Akademisi Fakultas Hukum Unkhair Abdul Kader Bubu. Dirinya menyebutkan pernyataan Ahmad Hatari soal aksi penolakan yang ditunggangi sangatlah picik.
Sebab, kata dia sebagai Wakil rakyat Maluku Utara di parlemen pernyataan samacam itu seharusnya tidak disampaikan.
“Seharusnya, dengan kondisi semacam saat ini. Dia harusnya responsif. Sedikit bersimpati dengan keadaan yang ada, meskipun dia dan partainya menerima pengesahan UU ini,” tutur Dade saap akrab Abdul Kader Bubu.
Dade bilang, bagaimana UU Ciptaker ini dibilang sudah jelas, kalau 79 undang-undang yang disatukan dalam bentuk Omnibus Law ini dari aspek prosedural masih bermasalah. Bakan kata dia, sebagian besar anggota DPR tidak tahu tentang draft Omnibus Law tersebut.
“Naskah UU ini, bahkan saat disahkan pun banyak yang belum mengetahui draf aslinya. inikan masalah,” sebut Dade.
Kata dia, DPR pada periode ini banyak masalah. Sebab mayoritas anggota DPR menyatakan draft UU Ciptaker belum final, sementara disisi lain tetap disahkan.
“Tidak ada undang-undang di dunia ini yang draft-nya belum final tapi undang-undangnya sudah disahkan. Hanya ada di DPR sekarang dan Hatari termaksud salah satu di dalamnya,” cetusnya.
Hal senada juga diutarkan, Akademisi Unkhair Azis Hasyim. Dirinya menyebutkan, pernyataan Hatari sangat tidak merepresentasikan dirinya sebagai wakil rakyat. Seharusnya, kata Azis, dirinya harus mendengarkan aspirasi yang disampaikan mahasiswa dan buruh. Muka malah menuding yang bukan-buka.
“Mestinya, mendengarkan aspirasi dari gerakan yang dibangun oleh mahasiswa dan buruh untuk menginterupsi hadirnya Omnibus Law. Bukan malah membangun narasi yang mengucilkan gerakan moral yang dibangun,” jelasnya. (agh/red)
Tinggalkan Balasan