TERNTAE-PM.com, Permasalahan pencemaran akibat pipa penyaluran minyak mengalami kebocoran, bisa dikatakan sangat berbahaya bagi kehidupan laut dan dapat merugikan kesejahteraan masyarakat nelayan pesisir Kelurahan Jambula, Ternate Pulau dan masyarakat Kota Ternate pada umumnya yang menggantungkan kehidupannya terhadap laut dalam keseharianya. Tumpahan minyak adalah salah satu kejadian pencemaran laut. Tumpahan minyak disebut juga dengan oil spill.
Menanggapi permasalahan ini, Akademisi UMMU Ternate, Azis Husen sangat menyesalkan kejadian ini sebetulnya pihak pertamina bertangung jawab penuh terjandinya kebocoran pipa minyak milik PT Pertamina.
“Ini jangan lepas tangung jawab atas kejadian tersebut karena bisa berdampak buruk pada perairan laut hingga pesisir yang di dalamnya terdapat lamun, karang, mangrove, plankton dan ikan hal ini akan mengalami kerusakan baik ikan domorsal dan pelagis akan bermigrasi keperairan lain karena laut perairan Jambula sudah mengalami pencemaran tumpahan minyak,” ungkapnya.
Lulusan Bidang Ilmu Lingkungan Perairan Pascasarjana FPIK Brawijaya Malang ini mengatakan, pipa minyak Pertamina yangg mengalami kebocoran sehingga minyak tersebut mengalir ke laut ini bisa berdampak negatif pada biota dan spesiesnya baik ikan, ekosistem yang ada di perairan Jambula dan sekitarnya.
Menurutnya pencemaran di perairan adalah suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan menimbulkan kerugian pada sumber kehidupan baik secara ekologi dan kehidupan masyarakat yang ada di kelurahan Jambula.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999, pencemaran laut diartikan dengan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu atau fungsinya. Menurutnya dampak tumpahan minyak di perairan Jambula dalam jangka waktu panjang.
Pertama, kematian organisme terjadi jika tumpahan minyak terjadi terus menerus perairan pantai atau perairan dalam. Risiko ini bisa mengenai ikan, kerang-kerangan, hingga hewan yang berada perairan laut.
Kedua, perubahan reproduksi dan tingkah laku organisme yang dipengaruhi oleh konsentrasi minyak di dalam air. Semakin banyak konsentrasi minyak di air menyebabkan ikan, udang dan kepiting mengalami gangguan kemampuan mencari makan dan kawin.
Ketiga, bau lantung ini banyak ditemukan pada jenis ikan karang dan domersal yang tidak memiliki kemampuan bergerak menjauhi tumpahan minyak. Ini akan berdampak pada bau dan rasa daging yang tidak enak.
Keempat, mengganggu kegiatan perikanan baik penangkapan dan budidaya. Tumpahan minyak ini, selain mempengaruhi ikan yang berada di perairan pesisir sampai laut dalam sudah terkena minyak.
Kelima, mengganggu ekosistem senyawa minyak yang tidak larut di dalam air akan mengapung dan menyebabkan air laut menjadi berwarna hitam. Minyak yang mengapung ini akan menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kadar oksigen di dalam air. Selain itu, ada pula beberapa komponen minyak yang akan tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen di dasar laut dan kawasan mangrove. Akar tanaman jadi tertutup minyak dan ini akan menghalangi fungsi akar untuk menyerap nutrisi dan oksigen yang diperlukan tumbuhan laut dan mangrove untuk hidup.
Dengan demikian, pihak Pertamina harus mengoreksi kerugian apa yang terjadi di pesisir perairan Jambula untuk memberikan bantuan baik berupa rehabilitasi lingkungan perairan sesuai hasil dari kesepakatan bersama.
Menurutnya, pihak Pertamina harus memberbaharui sistem teknologi agar ke depan kejadian seperti ini cepat teratasi sebelum terjadi sudah ada tanda lampu yang memberikan sinyal darurat.
“Perlu adanya peran kerja sama atau fungsi control antara tokoh masyarakat, pemerintah kelurahan Jambula, pemerintah Kota Ternate dan pihak Pertamina merembuk memastikan investigasi nanti akan dijadikan pelajaran dan tindak lanjut agar tak terjadi di kemudian hari,” ucapnya.
Tinggalkan Balasan