TERNATE-PM.com,  Momentum 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16HAKTP), merupakan kumpulan hari-hari besar sejarah dunia, yakni Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (25 November), Hari AIDS Sedunia (1 Desember), Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakaan (2 Desember), Hari Internasional bagi Difabel (3 Desember), Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan Terhadap Perempuan (6 Desember), serta Hari Hak Asasi Manusia (10 Desember).

Pada momentum ini, Front Anti Kekerasan (FAK) Maluku Utara (Malut) ingin menyampaikan kepada seluruh lapisan masyarakat bahwa tidak baik-baik saja, banyak sekali kekerasan yang terjadi diranah personal, komunitas maupun Negara.

“Kekerasan merupakan segala perbuatan, ancaman, paksaan, perlakuan tidak menyenangkan yang melibatkan seseorang merasa dirugikan. Sedangkan Kekerasan Berbasis Gender adalah suatu tindakan terhadap seseorang di luar kehendaknya dan berdasarkan pada norma gender dan relasi kuasa.

Kenyataannya, perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok minoritas lainnya selalu mendapatkan perlakuan kekerasan,”tegas Koordinator Lapangan (Korlap) FAK Malut, Faisal Alhadad dalam pres rilisnya kepada Poskomalut.Com, Rabu (25/11/2020).

Menurutnya, dalam catatan tahunan Komnas Perempuan, sepanjang 2019 tercatat sebanyak 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terlaporkan. Ada 792 perempuan diperkosa, 822 diperkosa dan dilecehkan oleh keluarganya sendiri, 206 orang mengalami pencabulan, 137 orang dilecehkan, 18 orang dipaksa aborsi, dan 192 dieksploitasi secara seksual.

Belum lagi dimasa pandemic 2020 kasus kekerasan terus mengalami peningkatan. Lalu Negara masih menganggap baik-baik saja? Masih tunggu berapa perempuan lagi dilecehkan? Tunggu berapa korban perempuan lagi diperkosa, diseret, dipukul, bahkan mati dibunuh? Berapa ratus ribu perempuan lagi jatuh korban agar NEGARA sadar dan menyadari bahwa Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) itu penting dan disahkan?

“Maraknya kasus kekerasan seksual di Indonesia, maka kita membutuhkan payung hukum yang melindungi anak, perempuan, penyandang disabilitas, dan semua gender dari ancaman orang-orang tidak bertanggung jawab atas tubuh dan kesehatan”ujarnya.

Lanjutnya, jawaban perlindungan hukum bagi korban adalah membutuhkan keberpihakan semua sector masyarakat untuk bersama-sama bersuara mendukung pengesahan RUU P-KS, untuk melindungi anak kita, saudara perempuan kita, saudara penyandang disabilitas, dan lain-lain, sehingga berdasarkan kenyataan diatas, maka pihaknya bersikap: Segera Sahkan RUU P-KS, Sahkan RUU PPRT, Tolak RUU Ketahanan Keluarga, Berikan akses layanan kesehatan seluas-luasnya untuk perempuan, ibu dan anak dan Berikan hak medis untuk korban KTD. (Sam/red)