Jabatan Plt Sekda Inprosedural, Akademisi; Bisa Berakibat Pidana

Diskusi publik yang membahas nasib APBD dan kontroversi keputusan Plt gubernur.

SOFIFI-pm.com, Keputusan kontroversial Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur M Al Yasin Ali mencopot Sekretaris Daerah (Sekda)Provinsi Maluku Utara dan sejumlah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terus menuai pelomik.

Teranyar, keputusan itu pun ditanggapi Anggota DPRD Provinsi  Malut, Ishak Naser dan Akademisi Abdul Kader Bubu sebaga narasumber dalam diskusi publik yang digelar di Ternate, 1 April 2024 malam dengan tema “Nasib APBD 2024 dan Kontroversi Keputusan Plt Gubernur”.

Ishak Naser menyatakan, jika pejabat-pejabat pengelola keuangan daerha belum menjalankan tugas maksimal, wajar diganti. Salah satunya koordinator pengelolaan keuangan daerah yang tugasnya melekat pada Sekda.

Jika Sekda dinilai belum maksimal, ada dua opsi kebijakan yang diambil kepala daerah. Yakni Sekda di paksa kerja maksimal, atau dipaksa mundur dari jabatannya dan diganti dengan pejabat yang dinilai lebih berkompeten.

Meski begitu, Ishak Naser menekankan pergantian Sekda tidak serta merta dilakukan Plt gubernur. Harus disesuaikan dengan prosedur pergantian. Di mana Plt mengusulkan pergantian ke Presiden melalui Mendagri. Jika usulan diterima dan disetujui, sembari menunggu pengangkatan Sekda definitif, Plt gubernur menunjuk Pelaksana Harian (Plh) Sekda.

“Yang mengganti Presiden bukan gubernur. Itu aturannya. Bukan secara tiba-tiba diganti. Itu bukan berpemerintahan yang baik. Saya bicara tidak ada interest. Saya bicara mendudukkan aturannya,” ungkap Ishak.

Politisi Partai NasDen itu kembali menegaskan pergantian Sekda definitif dari Samsuddin Abdul Kadir ke Salmin Janidi sebagai Plt, inporesudural.

Ishak juga menyoroti pergantian kepala OPD di antaranya Kepala Bappeda, Kepala Inspektorat yang diganti. Menurutnya, dua pejabat tersebut layak diganti.

Selanjutnya, para pejabat tersebut menolak diganti, itu merupakan sikap yang aneh.

Pasalanya, di masa kepemimpinan Gubernur KH Abdul Gani Kasiba (AGK), karut-marut mutasi pejabat sudah terjadi, namun tidak ditanggapi para pimpinan OPD tersebut.

“Hari ini baru ribut. Kenapa kemarin-kemarin tidak ribu, ya karena bukan mereka yang diganti,” cetusnya.

Dirinya menyatakan keputusan gubernur mendepak pejabat di bawah Sekda harus dianggap sah. Kerena memang kewenangan gubernur yang harus sesuai peraturan perundang-undangan.

Sementara, Akademisi Badul Kader Bubu menyampaikan, jika Salmin Janidi ngotot menandatangani pengundangan APBD 2024 bisa berkibat hukum ke depanya.

Menurutnya, legalitas Plt Sekda yang sementara dijabat Salmin Janidi merupakan ilegal atau cacat demi hukum, karena Plt gubernur M Al Yasin Ali tidak mempunyai wewenang mengangkat Plt Sekda atau memberhentikan Sekda defenitif.

Ia menjelaskan, wewenang memberhentikan Sekda defenitif ada pada Presiden. Oleh karena itu segala kebijakan yang dilakukan Salmin Janidi atas nama Plt Sekda merupakan tindakan yang tidak sah.

Tak hanya itu, bahkan seluruh bendahara dan pejabat yang diangkat beberapa waktu juga demikan, karena perintahnya KSN, BKN dan Mendagri harus dikembalikan ke posisi semula.

“Kalau dia menyebut telah menandatangani pengundangan peraturan daerah terkait APBD juga tidak sah. Mestinya ditandatangani pejabat defenitif. Bila ke depan ada pertanggungjawaban hukumnya maka ditanggung secara pribadi.”jelasnya.

Dade, sapaan karib Abdul Kader Bubu, juga menyentil, Salmin yang juga akademisi harus sadar dan tahu diril bahwa, pengangkatan dirinya tidak  sah, karena dia diangkat atas wewenang yang salah.

Mestinya dia (Salmin) memberikan pertimbangan kepada Plt gubernur untuk mengusulkan ke Mendagri jika Sekda definiti tidak lagi sejalan atau menghambat jalanya APBD.

“Sehingga Presiden melalui Mendagri berdasarkan wewenangnya mengevaluasi Sekda bila terbukti,” ucapnya.

Dirinya juga menila surat perintah Plh dan Plt dikeluarkan dengan tanggal yang sama ternyata tidak sesuai dengan naskah dinas.

“Coba cek saja cap nya, tidak sesuai dengan naskah dinas pada biasanya. Karena itu menurut saya patut diduga jangan-jangan surat ini palsu. Lapor saja ke polisi untuk melakukan klarifikasi apakah benar dikeluarkan pemerintah atau tidak”ucapnya.

Di sisi lain, kebijakan mantan Buapati Halteng dua priode yang kontroversi ini dianggap sebuah kebohongan, karena ketika dicek pada surat perintah tersebut tidak sama sekali ada pertimbangannya, tidak merujuk pada persetujuan Mendagri.

“Yang ada ada hanya lewat lisan. Hanya diucapkan saja, menyampaikan ke publik itu perintah Mendagri. Tetapi di surat keputusan tidak tertera itukan kebohongan yang nyata. Dan, itu cara menjalankan administrasi negara yang keliru,” tukasnya.

Komentar

Loading...