SANANA-PM.com, Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul) semakin menjadi-jadi. Buktinya, dari 31 kasus di 2018, memasuki September 2019 telah meningkat menjadi 33 kasus.
Untuk 2018, KDRT fisik dan pengelantaran sebanyak 8 kasus, pesetubuhan terhadap anak 10 kasus, cabul terhadap anak 7 kasus, pemerkosaan 1 kasus, aniaya anak 4 kasus, perjinahan 1 kasus. Total keseluruhan 31 kasus. Sedangkan di 2019, mulai dari Januari sampai Sepetember, kasus yang sudah ditangi Polres Kepsul, di antaranya KDRT fisik dan pengelantaran 8 kasus, pesetubuhan terhadap anak 12 kasus, cabul terhadap anak 5 kasus, pemerkosaan 2 kasus, aniaya anak 3 kasus, perjinahan 2 kasus dan pencabulan 1 kasus. Total keseluruhan 33 kasus.
Data kasus ini terungkap pada saat diskusi yang diselenggarakan oleh Komunitas Bacarita (KABAR)yang bertempat di Block Gravity, Desa Fagudu Kecamatan Sanana, Jumat (13/9/2019) malam.
Diskusi dengan tema, Sula, Darurat Kekerasan Perempuan dan Anak tersebut dihadiri Wakapolres Kepsul Kompol Arifin La Ode Buri, KepalaPengadilan Negri (PN) Sanana Ilham, dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berncana (DP3AP2KB) Kepsul, Ismyati Gay. Selain ketiga Narasumber itu, kegiatan itu juga dihadiri perwakilan dari Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kepsul Domini Lajuara, dan perwakilan OKP.
Wakapolres Kepsul Kompol Arifin La Ode Buri mengatakan, kasus kekerasan perempuan dan anak dari tahun ke tahun masih terus meningkat. Yang ditangani Polres pada 2018 sebanyak 31 kasus. Sementara di September 2019 sudah 33 kasus yangditangani pihaknya. “Kita di Polisi sebagai eksekusi saja, ada kasus kita tindak lanjut. Tapi bagi saya tugas dan tanggungjawab kita semua supaya tidak terjadi lagi. Terutama pemda, karena ada anggarannya, yang bisa lakukan sosisalisi. Tapi masalah ini tanggung jawab kita semua, supaya kedepan tidak terjadi lagi, atau paling tidak bisa menurun,” katanya.
Sementara Kepala PN Sanana, Ilham dalam kesempatan tersebut tidak menepis naiknya kasus kekerasan perempuan dan anak, terutama kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawa umur di Kepsul. Menurutnya, pemerintah saat ini juga aktif untuk menekan angka kekerasan seksual terhadap anak dengan menambah hukuman tambahan dalam UU nomor17 tahun 2016 tentang perlindungan anak.
Selain kasus anak, lanjut Ilham, perlindungan terhadap perempuan juga diatur melalui UU Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. “Jadi kekerasan tidak hanya fisik saja, tapi psikis atau mentalnya juga,” katanya.
Selain itu, Kepala Dinas P3AP2KB Kepsul Ismyati Gay mengaku, persoalan perempuan dan anak hampir setiap tahun meningkat. Artinya dengan adanya peningkatan itu, masyarakat Kepulauan Sulas semakin berani menyampaikan kasusnya kepada penegak hukum. “Meskipun dengan personil yang terbatas, namun kami tetap masih berusaha, karena kalau dilihat serimonial, saya pikir tidak cukup, akan tetapi kita harus turun langsung untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat yang khusunya ada di desa. Atau paling tidak kita mencari solusi lain,” katanya.
Untuk itu, pihaknya mengajak semua pihak untuk sama-sama mengkampanyekan soal tindakan kekerasan perempuan dan anak yang terjadi di Kabupaten Kepulaun Sula. “Saat ini banyak masyarakat yang sudah terpengaruh dengan teknologi, dan sebagainya. Mari kita sama-sama mencariformula baru untuk mengurangi tingkat kekerasan di Kepulauan Sula,” katanya. (red)
Tinggalkan Balasan