TERNATE-PM.com, Praktisi hukum Maluku Utara (Malut) Muhammad Konoras menyikapi keputusan Ditrerskrimum Polda Malut menghentikan penyelidikan kasus dugaan penecamaran nama baik yang dilakukan Bupati Halut Frans Manery dan kasus Bupati Kepsul Hendrata Thes. Kedua kasus dengan posisi delik aduan yang sama dalam proses memakan waktu yang cukup panjang, namun waktu panjang itu hanya berbuah hasil penghentian.
“Kita harus hargai itu sebagai sebuah proses hukum yang merupakan kewenangan penyidik. Hanya saja publik meragukan alasan penghentian penyidikan itu karena kasus ini berkait dengan orang orang yang punya kekuasan (Bupati), apakah penghentian itu karena pengaruh kekuasaan atau tidak saya tidak tahu,” tegas Konoras kepada Posko Malut, Minggu (29/12/2019) kemarin.
Menurutnya, terlepas dari penghentian penyelidikan, penyidik harus terbuka dan wajib diberitahukan kepada pelapor atau saksi korban, sehingga saksi korban dapat mengoreksi tindakan penyidikan itu melalui upaya praperadilan yang diatur didalam pasal 77 KUHAP. “Bagi saya, kasus penghentian penyelidikan ini, harus dikoreksi melalui upaya praperadilan agar bisa mengetahui sah atau tidaknya tindakan yang diambil oleh penydik Polda ini. Kalau tidak maka pihaknya tidak bisa memastikan apakah penghentian itu dilakukan sesuai dengan kesetaraan hukum yang berlaku atau tidak,” ujarnya.
Lanjutnya, selama ini banyak kasus-kasus yang dihentikan penyidikan Polda maupun Kejaksaan, tidak ada yang menguji melalui upaya praperadilan, sehingga penghentian penyidikan tidak bisa terkonfirmasi dengan baik. “Penghentian penyidikan adalah kewenangan penuh penyidik dan hal itu diatur didalam Pasal 7 ayat (1) huruf (i) jo, Pasal 109 ayat (2) KUHAP, dengan alasan (i). Tidak dapat cukup bukti (ii). Peristiwa yang disidik bukan tindak pidana. (iii) penyidikan dihentikan demi hukum,, semua alasan tersebut merupakan hak subyektif dari penyidik,” jelasnya. (nox/red)
Tinggalkan Balasan