TERNATE-PM.com, Aksi penolakan pengesahan RUU Omnibus Law kembali dilakukan oleh mahasiswa Maluku Utara yang tergabung dalam aliansi Cipayung Plus Kota Ternate dan Gerakan Rakyat Mengugat (Granat) pada Kamis (16/7/20), dengan titik aksi bertempat di depan RRI, Kantor Wali Kota Ternate dan DPRD Kota Ternate.

Aliansi Cipayung merupakan gabungan dari (GMNI, HMI, IMM, KAMMI, dan PMII) sedangkan aliansi Granat yakni (Unkhar Bergerak, Stikip Mengugat, Sekber, Perempuan Bergerak, KPR Malut, dan PC PMII)

Point tuntutan paling mendasar dari gerakan gabungan mahasiswa yang mewakili kegelsaan masyarakat Maluku Utara itu; Tolak RUU Omnibus Law, tertibkan TKA, pendidikan gratis dimasa pandemi dan sahkan RUU P-KS.

“RUU Omnibus Law terdapat stimulus negara untuk memuluskan kepentingan pemodal untuk menggerus sumber daya alam di seluruh Indonesia,” teriak koordinator aksi Cipayung, Nurhidayat H. Ibrahim dalam orasinya.

Masa aksi menilai, Omnibus Law disahkan, akan merugikan sebagian lapisan masyarakat, seperti buru, petani, dan nelayan. Mestinya negara harus memberikan hak mereka untuk mendapatkan kelayakan hidup sesuai jaminan konstitusi, bukan sebaliknya.

Asisten III Pemkot Ternate, Thamrin Alwi saat menemui masa aksi di depan kantor Wali Kota Ternate mengungkapkan, Omnibus Law jelas idak berpihak kepada masyarakat. Maka dari itu, pihaknya berjanji akan merespon tuntutan masa aksi dengan menyurat kepada pemerintah pusat.

“Kita berikan apresiasi kepada masa aksi, yang menyampaikan gagasan kritisnya, maka dari itu, kami akan respon dalam bentuk pemberitahuan ke pemerintah pusat melalui jalur atau mekanisme yang telah ditentukan,” katanya.

Disisi lain aksi yang dilakukan Granat di depan Gedung DPRD Kota Ternate menuntut agar para wakil rakyat di parlemen juga menolak rencana pengesahan RUU Omnibus Law yang mendapatkan penolakan dari semua gerakan rakyat di Indonesia.

“Ada banyak alasan kenapa rakyat menolak dan mengatakan bahwa RUU Omnibus Law lebih berpihak pada investor dibanding dengan rakyat seperti; penghapusan pesangon, PHK dipermudahkan bagi investor, masalah pendidikan, persoalan izin usaha dan pertanahan maupun pengadaan tanah,” kata koordinator aksi Granat, Fajri pada poskomlaut.com.

Bukan hanya pada persoalan Omnibus Law, wacana pencabutan RUU P-KS dalam prolegnas prioritas tahun 2020, menyebabkan berbagai gerakan organisasi menolak terutama gerakan kaum perempuan. Pasalnya, selama ini angka kekerasan seksual terhadap perempuan semakin meningkat dari tahu ke tahun.

“Berdasarkan dari laporan Komisi nasional (Komnas) perempuan pada tahun 2018 ada 406.178 kasus dan pada tahun 2019 meningkat lagi menjadi 431.471 kasus,” paparnya.

Granat juga mengulik persoalan terkait pendidikan gratis dimasa pandemi Covid-19. yang merupakan persoalan penting bagi mahasisiwa diseluruh Indonesia khususnya mahasiswa Maluku Utara. Terlihat, beberapa bulan belakangan, lembaga BEM seluruh Indonesia menuntut ke Kemendikbud agar mempermudah biaya pendidikan saat pandemi virus corona.

Setiap kampus di Malut baik itu, UNHAS, Stikip Kie Raha, Unkhairt, IAIN Ternate, UMMU Ternate dan lainnya tetap mengelorakan agar biaya pendidikan digratiskan disaat pandemi Covid-19.

“Kami punya alasan rasional, disaat pandemi mahasiswa tidak menikmati fasilitas kampus, kemudian kampus tidak membagi kuota internet secara merata dan merosotnya pendapatan orang tua,” tegasnya.

“Untuk itu, kami menyuarakan pada seluruh organisasi ekstra maupun Intra dan juga elemen masyarakat lainya yang masi sepemahaman, agar menyatu dalam persatuan. Karena persatuan kunci dari manivesti melawan rezim dan sistem yang menindas,” sambungya.

Masa aksi tidak akan bergerak dari gedung DPRD Kota Ternate sebelum mendengar putusan DPR RI terkait dengan rencana pengesahan RUU Omnibus Law. (Ris/red).