SOFIFI-PM.com, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sampai saat ini belum memberikan kepastian pencairan pinjaman dana untuk pembangunan infratsruktur di Malut. Namun, pinjaman dana Rp 500 miliar dengan jangka waktu pelunasan lima tahun itu mendapat sorotan dari ekonom Malut Mukhtar Adam.
Menurut Mukhtar, pinjaman dana Rp 500 miliar ini akan makin menyulitkan pengelola keuangan. Dalam PP 54/2005 dan PP 30/2011 menjelaskan, dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan publik, maka pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman daerah, namun dalam pelaksanaan pinjaman daerah perlu mempertimbangkan berbagai resiko dalam pelaksanaanya.
Pinjaman daerah memiliki risiko seperti risiko kesinambungan fiskal, risiko tingkat bunga, risiko pembiayaan kembali, risiko kurs, dan risiko operasional. Dari berbagai resiko itu, diperlukan analisis mendalam terhadap tindakan pilihan pinjaman daerah sebagai instrumen fiskal dalam menjaga pertumbuhan ekonomi dan pelayanan publik.
Menurutnya, Bambang sebagai kepala Dinas Keuangan memiliki pengalaman saat melakukan eksekusi pinjaman daerah saat menjabat sebagai kepala dinas keuangan di Halsel. Resiko saat beliau menjabat di Halsel adalah resiko defisit pasca pinjaman yang mengakibatkan beban utang yang mencapai 35 persen dari total APBD. Ini sebuah tindakan yang beresiko bagi kesinambungan fiskal dalam tahun berjalan.
“Fenomen dari pengalaman Halsel, mestinya menjadi pembelajaran dalam menjaga security fiskal dan kesinambungan yang lebih aman dan terkendali. Pengalaman di Halsel saat pinjaman dilakukan masih pada masa pemerintahan periode pertama sehingga dapat dikelola dalam kepemimpinan yang sama dalam mengatasi resiko fiskal,” ujarnya.
Mukhtar lantas mempertanyakan bagimana dengan posisi provinsi Malut, dalam fakta pengelolaan resiko periode pertama AGK menunjukan bahwa pengelola keuangan belum terlalu cakap mengelola resiko fiskal akibatnya pemerintahan berjalan tidak efektif, dalam beberapa tahun terakhir telah menunjukan perbaikan tata kelola keuangan. Namun masih saja resiko defesit belum terkelola secara baik, jika ditambahkan dengan beban utang tahun 2020 maka resiko yang akan menjadi beban dimulai tahun 2020 yang akan tergambar dalam fiskal 2021. ”Beban yang akan menganggu stabilitas fiskal pada 2022, yang berjalan hingga selama lima tahun kedepan akan makin menyulitkan pengelola keuangan,” pungkasnya. (iel/red)
Tinggalkan Balasan