Dalam Dialog Publik Bersama Gubernur, Sekda, Pak Ota dan Herman dan kawan-kawan aktivis dalam refleksi 20 tahun Provinsi Maluku Utara. Saya tegaskan bahwa ada banyak problem yg tak kunjung diselesaikan. PERTAMA, problem leadership, problem ini menimbulkan hadirkan abnormalitas dlm pengelolaan pemerintahan.
KEDUA, problem kordinasi, salah satu faktor lambatnya percepatan pembangunan adalah lemahnya ruang kordinasi antar gubernur dgn bupati/walikota, termasuk juga miskordinasi antar sektor/bidang/dinas. Ini semua efeknya pada penumpukan masalah daerah yang tak bisa diurai sehingga opsi kebijakan menjadi terbatas dan hilangnya senergisitas.
KETIGA, minim Kolaborasi dan menguatnya kompetisi. 20 tahun berprovinsi Kita terjebak pada semangat kompetisi perebutan kekuasan dan lupa energi untuk berkolaborasi sebagai sesama anak daerah. Poinnya kita sia-siakan energi kemajuan dan menghabiskan waktu utk bermusuhan.
KEEMPAT, “Jebakan Sumberdaya Alam”. Kita gagal mentransmisikan keunggulan SDA utk kemakmuran rakyat. Yang terjadi justru kita mengobral sumberdaya alam utk kepentingan kelompok kekuasaan. Pemilik kuasa bebas membagi sumberdaya mineral negeri ini dgn rakus dan membiarkan rakyat terkapar miskin diatas tumpukan emas dan nikel.
KELIMA, pemerintah tak memiliki kekuatan untuk tampil membela kepentingan para petani kopra, nelayan & pemilik lahan dilkasi tambang. Rakyat seolah dibiarkan mengurus diri sendiri dan dikalahkan oleh kekuataan kapitalis. Kita kehilangan kendali atas negeri ini, rakyat yg menuntut dianggap memberontak & melawan investasi kolonial.
KEENAM, Pemerintah daerah terlalu banyak membungkuk pd kepentingan pusat kekuasaan ketimbang menuntut utk kepentingan rakyat. Akhirnya daerah ini hanya jadi sapi perahan pemilik modal dan pemegang kuasa di pusat kekuasaan di jakarta. Kita jadi subordinasi dan inferior secara politik.
KETUJUH, Pemerintah daerah gagal mengubah kekuatan sejarah menjadi political power. Ini suatu kelemahan yang harus disadari bahwa sejarah besar kita bisa di trasmisikan menjadi bergaining power jika pemerintah daerah sadar sejarah. Padahal jika kita mampu mengelola sejarah integrasi papua dengan baik maka kita jadi penentu arah kebijakan negara.
Dari byk problem tersebut diatas saya secara tegas menawarkan gagasan Otonomi Khusus Maluku Utara sebagai bagian dari opsi baru menaikan posisi bergaining kita. Bagi saya kita tak akan mampu mengubah arah kebijakan nasional jika tak punya modal politik yang kuat. Krn itu gagasan Otonomi Khusus merupakan jalan baru percepatan pembangunan sekaligus penegasan posisi etis bernegara.
Kembalikan kedaulatan kita atas sumberdaya alam negeri ini. Negara harus menghargai kita yang turut berjasa dalam integrasi nasional republik ini. Kita sudah saatnya menuntut hak dan tak lagi membungkuk pada kepentingan pusat kekuasaan dan investasi kolonial. (*)
Tinggalkan Balasan