Pemkot Ternate Ancam Tutup Paksa Usaha Galian C

Tambang di Kota Ternate

TERNATE-PM.com, Peringatan bagi pengusaha tambang galian c yang beroperasi dalam wilayah Kota Ternate. Pasalnya, Pemkot Ternate berjanji akan mengmbil tindakan tegas, hingga penutupan paksa usaha galian c, bila aktivitasnya di luar peruntukan, serta tidak mengantongi IUP dari Pemprov Malut.

Di
Kota Ternate, terdapat beberapa usaha galian c yang dimiliki oleh pengusaha
papan atas. Sebut saja, Reny Los, Hamka, Mochtar Abdullah, Jamaludin Wua, Hi
Atika, Makmur Gamgulu, PT Adis dan PT Fikri.

Wali
Kota Ternate, Burhan Abdurahman menegaskan, izin yang dikeluarkan Dinas
Lingkungan Hidup (DLH) adalah izin pemerataan lahan bukan Ijin Usaha
pertambangan (IUP), karena IUP adalah kewengan pemerintah Provinsi. “Salah satu
rekomendasi DKPRD tidak bisa memperjual belikan material. Ketika DLH selaku
perintah Kota mengetahui ada penjualan belikan material maka langsung melayangkan
surat teguran. Isi surat lainnya adalah, jika tidak mengurus IUP maka langkah
yang diambil DLH akan menutup aktifitas galian C,” jelas Wali Kota Ternate,
Burhan Abdurahman.

Sementara
itu, Komisi III DPRD dari fraksi NasDem, Nurlela Syarif dengan tegas
menyampaikan jika pengusaha pertambangan Galian C di wilayah Kota Ternate terus
bandel dan tidak melengkapi IUP maka Fraksi NasDem tetap mendorong pembentukan
panitia Khusus (Pansus). Sebab, menurutnya, Tambang Galian C yang beroperasi di
wilayah Kota Ternate telah menabrak aturan perundang-undangan. 

Sesuai data yang dikantongi terdapat 14 Aktifitas pertambangan Galian C, termasuk Galian C Milik Hamka, Mochtar Abdullah, Hi Jamaludin Wua/ Udin Motik,Hi Atika, Makmur Gamgulu, PT Adis, PT Fikri dan Reny laos. "Izin yang dikeluarkan untuk pemerataan yang terjadi di lapangan tidak sesuai dengan peruntukan," ujar politisi Partai NasDem Nurlela Syarif baru-baru ini.

Lanjut
Nurlela, tahapan yang berlangsung di DPRD saat ini, sedang mengumpulkan data
dan dikoordinasikan ke DPKRD selaku pihak yang mengeluarkan rekomendasi izin pemerataan
lahan. "Dinas Lingkungan Hidup (DLH) berdasarkan PP 27 Tahun 2013 sudah
mengeluarkan sanksi, namun sanksi tersebut harus secara bertahap, mulai dari sanksi
teguran secara tertulis. Bahkan sudah ada penutupan secara paksa oleh
Pemerintah sebanyak enam titik," ungkap Nurlela.

Tahapan Selanjutnya Kata Nurlela adalah soal pembekuan izin lingkungan atau perlindungan itu dibekukan barulah dicabut izin. “Saat ini sudah sebanyak enam titik yang direkomendasikan ditutup. Sedangkan lainnya belum ada rekomendasi,” pungkasnya. (nox/red)

Komentar

Loading...