Pemicunya Bervariasi, Dari Faktor Ekonomi, Sosmed, Hingga Seksual

TERNATE-PM.com, Angka perceraian di Maluku Utara (Malut) sepanjang tahun 2019 ini masih cukup tinggi. Data perceraian yang berhasil dirangkum Posko Malut, dari 10 kabupaten kota di Malut, menyebutkan rata-rata mengalami peningkatan, terkecuali Kota Ternate yang mengalami penurunan. Artinya, tingginya angka gugatan cerai talak hingga putusan cerai ini secara otomatis mengubah status perkawinan penggugat dan yang digugat menjadi janda dan duda.

Di Kota Ternate, angka perceraian tahun 2019 mengalami penurunan, bila dibandingkan dengan tahun 2018. Pengadilan Agama Ternate mencatat, perkara perceraian sepanjang 2019 sebanyak 1.711 dengan rincian perkara talak sebanyak 208, cerai gugat 486, lain-lain 191 perkara dengan total 885 perkara. Kemudian perkara putus sebanyak 191, cerai gugat 460, lain-lain 175 sehingga total sebanyak 826 perkara.

Angka ini menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan data tahun 2018, cerai talak 218, cerai gugat 390, cerai lain-lain 571 sehingga total 1.179. Sementara perkara putus cerai talak sebanyak 222, cerai gugat 410, lain-lain 578 total perkara putus sebanyak 1.210.

“Angka perceraian di Kota Ternate didominasi kategori lain – Lain yakni  yang tergabung dalam perkara masuk sebanyak 1.179 perceraian dan Perkara Putus sebanyak 1.210. karena itu, jumlah perkara perceraian yang diterima PA Ternate tahun 2018 sebanyak 2.389 perceraian. Sementara tahun 2019 total kasus perceraian di Kota Ternate sepanjang tahun 2019 sebanyak 1.711 kasus perceraian,” jelas panitera PA Ternate, Hj. Andi Wanci kepada Posko Malut baru-baru ini.

Sementara di Tikep, kasus perceraian mengalami peningkatan. Tahun 2018, angka perceraiannya sebanyak 200, dan tahun 2019 bertambah 40 kasus sehingga menjadi 240 kasus perceraian. Juru bicara Pengadilan Agama Kota Tidore Kepulauan  Zahra Hanafi lantas merincikan,  tahun 2018 perkara cerai talak 74 perkara, cerai Gugat 127, meninggalkan salah satu pihak 82 perkara, KDRT 2 perkara, Pertengkaran terus menerus 64 perkara, Ekonomi 4, Kawin paksa 2 perkara. Begitu juga pada tahun  2019 angka perceraian kota Tidore  cerai Talak 7 , cerai gugat 159 perkara, meninggalkan salah satu pihak 88 , KDRT  4,  pertengkaran terus menerus , dan kawin paksa  6 perkara. “Total perceraian tahun  2018  berjumlah 200 perkara dan  2019 sampai desember 2019 sebanyak 240 perkara,’’ ungkap Zahra.

Pemicu retaknya rumah tangga yang masuk di Pengadilan Agama Tidore sampai pada penetapan perceraian  berbagai macam persoalan, untuk Kota Tidore ASN masih medominasi baik cerai talak maupun cerai gugat yang picu baik masalah ekonomi, orang ketiga , pertengkaran, KDRT dan lainnya.

Selain itu, factor lain yang membuat orang bercerai karena personal sexualitas. Ada pasautri di Tikep, selama menikah 3 tahun lebih tidak pernah berhubungan badan dengan alasan persoalan hati sebab pernikahan keduanya dijodohkan. “Memang ada yang berhasil dimediasi, ada juga yang tak dapat diselamatkan hingga putusan Hakim, dan adapun yang tak dapat dibuktikan kebenaran alasan-alasan yang dipakai dalam gugatan,’’ papar Zahra seraya mengatakan, factor lain yang membuat pasutri bercerai adalah campur tangan orang tua dalam orang tangga kedua belak pihak.

Kasus perceraian di Halmahera Tengah (Halteng) juga mengalami peningkatan di tahun 2019 ini sebanyak 20 kasus, dibandingkan dengan tahun 2018 hanya 11 kasus.  Angka ini merupakan gugat cerai yang paling banyak dilayangkan istri terhadap suaminya. Sementara cerai talak yang dilayangkan suami ke istri sangat kecil. “Angka perceraian yang ditangani KUA Weda, lebih banyak dilayangkan istri terhadap suami. Kalau Suami talak istri itu sedikit,” kata kepala KUA Weda Maskur Talib, Kamis (26/12).

Kepala KUA mengatakan, angka perceraian meningkat lantaran disebabkan banyak faktor, yakni suami Narkoba, faktor ekonomi, faktor cemburu dan faktor orang ketiga atau perselingkuhan. Faktor selingkuh ini paling banyak jadi alasan istri gugat suami mereka. “Perempuan yang cerai kebanyakan alasan suami selingkuh ( orang ketiga), dan media sosial FB jadi penyebab perselingkuhan itu. Ada juga suami yang kedapatan sering catting dengan perempuan lain di FB. Ada yang cemburu tidak masuk akal, membuat istri cerai,” jelasnya.

Meski KUA menerima gugatan perceraian yang dilakukan istri maupun suami, akan tetapi KUA tidak punya hak untuk menggelar sidang cerai. Yang berhak sidang perceraian adalah Pengadilan Agama (PA) Soasio Tidore. “Kami hanya menerima laporan/pendaftaran cerai. Tapi tidak bisa sidang, kalau hanya untuk mediasi pasutri yang ingin bercerai KUA masih bisa lakukan itu. Bahkan ada pasutri yang sudah daftar tapi setelah kami mediasi mereka rukun kembali sampai saat ini, memang ada yang dimediasi tidak mau rukun tetap lanjut ke sidang,” ungkapnya.

Menurutnya, untuk melaju ke sidang perceraian KUA harus menunggu hingga pasangan yang mendaftar cerai lebih dari 10. Jika tidak capai angka 10 tentu tidak bisa sidang. “Sidang cerai itu dilakukan tergantung banyaknya pendaftar, kalau hanya 5-6 pasang tidak bisa sidang, harus menunggu sampai 10,” ujarnya seraya mengatakan, maunya mereka tidak ada perceraian, walaupun seberat apapun itu. “Kami tidak ada perceraian. Karena dampak dari perceraian ini, membuat anak-anak ditelantarkan,” jelasnya.

di Kepsul, Kepala KUA Kepsul, Jakaria Bilmona S.Ag prediksi angka perceraian meningkat. Pasalnya, hampir setiap saat KUA menerima laporan perselisihan pasangan suami istri (Pasutri). “Dari data perselisihan Pasturi yang kami miliki, kami perkirakan angka perceraian meningkat, karena setiap masalah yang masuk, hampir sebagian besar berakhir di Pengadilan Agama (PA). ungkap Kepala KUA Kepsul, Jakaria Bilmona S.Ag.  

Menurut Jakaria, KUA belum dapat memastikan jumlah angka perceraian di tahun 2019, karena urusan perceraian saat ini sudah menjadi urusan Pengadilan Agama (PA) yang ada di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel). Meskipun begitu, pihaknya memastikan, angka perceraian ditahun ini akan meningkat dari tahun sebelumnya. “Ditahun 2018 lalu ada 68 Pasturi yang bercerai, tapi untuk tahun ini, kami belum dapat pastikan, karena PA belum serahkan hasil putusan, namun angka pasti meningkat, sebab hampir seluruh kasus yang masuk paling dua sampai tiga yang selesai dengan rujuk kembali, sedangkan yang sisanya ditindaklanjut ke PA untuk disidangkan,” ujarnya. 

Jakaria menambahkan,  untuk mengantisipasi meningkatnya angka perceraian tersebut, maka saat ini KUA telah menerapkan aturan pra nikah. Setiap pasangan yang akan menikah harus menghadap KUA untuk diberi nasehat. Hal itu dimaksudkan agar pasangan yang akan menikah tersebut, dapat memahami masala Rumah Tangga. “Kami saat ini sudah terapkan aturan pranikah, sehingga setiap sebelum menikah,  mendapat bimbingan dari KUA,” katanya.  

Hal yang sama juga dialami KUA Kecamatan Taliabu Barat (Talbar) Kabupaten Pulau Taliabu (Pultab). “Kita jauh dari Pengadilan Agama, sehingga berkas pengaduan cerai bertumpuk di BP4 Kecamatan Talbar. Tercatat sampai dengan Desember 2019 Badan Penasihatan,  Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Kecamatan Talbar, menerima berkas aduan Perceraian sebanyak 25 pasangan, dengan klasifikasi permasalahan dan pekerjaan yang cukup berfariasi, mulai dari masalah medsos sampai dengan tidak terpenuhinya nafkah lahir maupun bathin, baik pengangguran sampai dengan pejabat,” ungkap KUA Talbar Sutikno.

Dia menjelaskan, tahun 2017 PA Labuha menyelenggarakan sidang keliling di Bobong,  namun 2 tahun terakhir ini belum ada jadwal  untuk Sidang Keliling di Taliabu. Sementara jarak PA yang cukup jauh menjadi salah satu kendala dalam memaksimalkan pelayanan BP4 dan  KUA Kecamatan Talbar, belum lagi Keluhan masyarakat persoalan Isbat Nikah termasuk dispenisasi dari Pengadilan Agama  bagi calon pengantin yang belum mencapai usia 19 tahun.

“Namun BP4 maupun KUA tetap melakukan layanan sesuai fungsi karena ini berkaitan dengan kewenangan antar lembaga yang harus dipahami bersama. Kami tetap membangun komunikasi dengan instansi terkait untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh legalisasi pernikahan maupun penyelesaian perceraiannya.  Semoga di tahun 2020 ini sudah ada jadwal dari Pengadilan Agama,”  jelasnya. (tim/red)