TERNATE-PM.com, Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (Sejuk) mengecam penyebutan kata pendatang bagi korban kasus kejahatan rasisme di Papua. Dalam siaran pers yang diterima poskomalut.com, Ahad (29/9/2019).
Ahmad Junaidi, Direktur Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (Sejuk) mengatakan, untuk menyikapi pemberitaan beberapa hari terakhir terkait kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Papua dan terkini di Wamenam dengan penggunaan istilah-istilah di sosial media, pihaknya mengimbau delapan poin kepada pemerintah dan jurnalis.
Dalam poin pertama, Sejuk mendorong jurnalis untuk tidak memproduksi pemberitaan yang rasis dan sektarian dengan tidak menggiring atau mengarahkan fakta yang potensial memperluas konflik.
Kedua, tidak menggunakan atribusi yang tidak relevan yang berpotensi membuat generalisasi seperti penggunaan kata ‘pendatang’ terhadap jumlah korban di Papua. Ketiga, tidak menampilkan stereotype atau menyebarkan prasangka dalam rangka merendahkan suatu kelompok. Keempat, tidak menampilkan gambar, audio, visual dan grafis yang sensasional (darah, jenazah, dan bentuk kekejian lainnya).
Poin kelima, mendasarkan pemberitaan pada prinsip disiplin verifikasi, dengan pemilihan diksi yang adil, dengan tidak menggunakan istilah yang mendorong dan meneruskan ujaran kebencian. Keenam, mendesak pemerintah untuk membuka akses informasi yang seluas-luasnya bagi publik dengan memberi jaminan kebebasan berekspresi bagi jurnalis dalam dan luar negeri, dan aktivis HAM dan perdamaian.
Ketujuh, mendorong pemerintah menindak tegas pelaku rasisme serta kedelapan, mendorong upaya perdamaian dengan pengutamaan dialog dan penghentian pendekatan keamanan yang berlebihan (excessive use of force), mengingat rasisme adalah sebuah kejahatan serius yang sudah diatur dalam UU 40/2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis.
“Mengingat rasisme adalah sebuah kejahatan serius yang sudah diatur dalam UU Nomor 40/2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis,” katanya. (red)
Tinggalkan Balasan