WEDA-PM.com, Anggota DPRD Halmahera Tengah (Halteng), Munadi Kilkoda, menegaskan meski PT IWIP sudah melakukan sosialisasi tentang pembangunan pipa line oleh PT IWIP ke Warga Dua Desa di Kecamatan Weda Tengah, akan tetapi hal itu belum dapat menyelesaikan masalah.

Munadi mengatakan, meskipun sosialisasi PT IWIP  selalu dilakukan secara terbuka maupun tertutup, akan tetapi faktanya masih saja ada warga kedua Desa yang kokoh melakukan penolakan tentang pembangunan pipa line tersebut. “Jadi Humas PT IWIP, Agnes Ide Megawati jangan sekadar ngomong -ngomong yang begitu, karena ada fakta di masyarakat. Ada yang menolak dan ada yang menerima berarti proses sosialisasi itu belum menyelesaikan masalah soal pro kontra itu,” jelas Sekretaris Komisi III DPRD Halteng ini.

Bahkan, Munadi mengaku, pertemuan sebelumnya yang dilakukan manajemen PT IWIP itu dianggap tidak menyelesaikan masalah. “Sekali pun dilakukan pertemuan tetapi tidak menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pipe line itu. Harus dilakukan pertemuan yang lebih luas yang melibatkan semua orang di dua desa itu untuk bicarakan kepentingan perusahaannya,” ujarnya.

DPRD kata Munadi, mendorong agar IWIP melakukan pertemuan ulang dengan masyarakat, dengan catatan tidak boleh sekadar melibatkan kepala desa, tokoh-tokoh atau pihak terkait dalam kampung, perlu kalau bisa dua kampung itu dilibatkan. “Semua warga dilibatkan dengan membuat pertemuan terbuka di lapangan atau dimana. Intinya mencari tempat yang agak sedikit repsentatif dilakukan pertemuan dan nanti didialogkan apa yang menjadi kepentingan perusahaan,” pintahnya.

Pertemuan itu lanjutnya, nanti disepakati apakah pembangunan pipe line itu disetujui akan mengikuti jalur kawasan pemukiman atau di luar jalur. Dalam rapat bersama IWIP juga ditunjukkan amdal lama tapi ada adendum. Adendum ini, ada penambahan  yang nantinya di cek apa-apa saja yang dimasukkan ke dalam amdal yang baru itu.

“Perusahaan itu jangan berfikir agak sederhana menyelesaikan masalah ini, yang tadi kita tekankan itu jangan berpikir sederhana yang kalau tabrak rumah dan tanaman warga tinggal main bayar. Jangan berpikir pembayaran kerugian secara ekonomi saja, ada kerugian secara sosial, kerugian secara lingkungan, pokoknya banyak hal bukan hanya kerugian ekonomi yang harus dipikirkan. Pertimbangan-pertimbangan itu harus menjadi dasar untuk penempatan pipe line yang ada dilokasi itu atau luar lokasi itu,” ujarnya. Tambah Munadi, pihaknya berharap kepada masyarakat kalau mendukung berarti mendukung semuanya. “Tidak ada yang komplen, tidak ada yang menolak. Kalau menolak berarti menolak semuanya,” harapnya.

Tokoh Masyarakat Desa Lelilef Woebulen Maudul Muhammad yang juga hadir pada rapat itu mengatakan pada prinsipnya masyarakat menolak. Kalau pun itu perusahaan bersikeras kita minta diberikan waktu untuk mengkaji ulang tentang pipa line ini karena persoalan dampak. Dampak ini seperti yang disampaikan beberapa tokoh masyarakat itu antara dampak langsung dan tidak langsung. “Pemerintah desa yang setuju itu Pemdes sawai tapi Pemerintah Woebulen kan belum, saya tidak tau pemdes sawai itu mungkin mereka sudah kaji itu tentang pipe line, dampaknya tidak begitu besar terhadap mereka ya itu sah- sah saja kalau mereka setuju. Kalau kita Woebulen meminta waktu mengkaji ulang pipe line ini,” jelasnya.

Diakuinya masyarakat tetap membuka diri kapan saja pihak perusahaan mau bertemu dengan pihak masyarakat, kita akan sambut baik, karena memang komunikasi bulan-bulan kemarin itu tidak efektif. “Persoalan setuju atau tidak itu saya tidak bisa memutuskan tapi minta waktu dari pihak perusahan untuk mengkaji ulang persoalan amdal itu, karena kita tidak tau amdal itu modelnya bagaimana, karena kita tidak lihat. soal perusahan yang bilang sudah melakukan sosialisasi amdal di masyarakat itu kapan,” paparnya. (msj/red)