Terkait Pergantian Sekda, Praktisi Menilai Cacat Hukum
SOFIFI-pm.com, Keputusan Plt Gubernur, M. Al Yasin Ali mendepak Sekretaris Daerah (Sekda) Maluku Utara, Samsuddin A Kadir mendapat sorotan keras publik.
Surat perintah pelaksanaan harian ditujukan kepada Salmin Janidi itu disinyalir menyalahi regulasi atau cacat hukum.
Ini selaras dengan keputusan Presiden, di mana gubernur dapat menunjuk pelaksana harian (PLH) hanya apabila Sekda yang lama tidak bisa melaksanakan tugas kurang lebih dari 15 hari kerja atau dalam proses penerbitan keputusan pemberhentian, Sekda kurang dari 7 hari kerja dan/atau pengangkatan penjabat Sekda.
Selain itu, gubernur sebagai wakil pemerintah pusat hanya dapat mengangkat penjabat sekda setelah mendadat persetujuan mendagri dengan masa jabatan paling lama 6 bulan dalam hal Sekda lama diganti, karena alasan tidak bisa melaksanakan tugas dan paling lama 3 bualan dalam hal terjadi kekosongan jabatan sekda.
Beda halnya dengan penjabat Sekda kabupaten/kota cukup hanya persetujuan gubernur.
Sedangkan untuk calon Penjabat Sekda provinsi yang menjadi kandidat ditunjuk sebagai PLH harus memenuhi pernyaratan antara lain, menduduki jabaran pimpinan tinggi pratama eselon II, memiliki pangkat paling rendah pembina utama muda gol. IV/c, mempunyai penilaian prestasi kerja paling kurang bernilai baik dalam 2 tahun terakhir, memiliki rekam jejak jabatan, integritas dan moralitas yang baik. Dan, tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat.
Jika calon Penjabat Sekda memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut, maka gubernur mengusulkan secara tertulis satu calon kepada Mendagri paling lambat lima hari kerja terhitung sejak Sekprov lama tidak bisa melaksanakan tugas atau terjadinya kekosongan jabatan Sekda. Usulan tersebut dilengkapi dengan dokumen persyaratan dan CV calon bersangkutan.
Setalah Mendagri menerima usulan itu dapat menyetujui atau menolak paling lambat lima hari kerja terhitung sejak diterimanya surat dari gubernur.
Jika disetujui, maka gubernur menetapkan Penjabat Sekprov dengan keputusan gubernur paling lambat lima hari kerja terhitung sejak diterimanya surat persetujuan mendagri teresbut, bukan oleh surat perintah pelaksana harian.
Muhammad Tabrani Mutalib menilai, jika dilihat dari dasar hukum penunjukan PLH Sekprov sesuai atau tidak dengan Perpres No 3/2018 tentang Penjabat Sekretaris Daerah.
Apakah ada persetujuan mendagri dalam konsideran SK PLH Sekda ataukah apakah itu dalam bentuk keputusan gubernur ataukah hanyalah surat perintah pelaksana harian.
“Jika hanya surat perintah maka secara hukum administrasi, itu tidak sah. Sebab, Perpres mewajibkan penunjukan PLH sekda harus melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur (beschiking),” ujarnya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat 6 Perpres No 3/2018. Atas dasar itulah, Sekprov yang dicopot dalam menguji Surat Perintah yang dikeluarkan Gubernur itu di PTUN Ambon, apakah ada indikasi penyalahgunaan wewenangnya sebagai Plt Gubernur atau tidak?
“Karena dari surat perintah pelaksana harian No.821.2.21/SPH/013/III/2014 tertanggal 25 Maret 2024 itu menurut saya banyak keganjilannya dan patut diduga cacat hukum,” tukasnya.
Sementara, Samsuddin A Kadir menganggap surat pencopotannya yang dikeluarkan Plt Gubernur tak berkekuatan hukum. Sebab, Plt Gubernur tak punya kewenangan membatalkan surat Keputusan Presiden (Kepres) yang mengangkat dirinya sebagai Sekprov.
“Mana bisa SK Plt Gubernur membatalkan Kepres,” katanya singkat.
Ihwal pergantian Sekda ini diduga kuat kaitanya dengan isu hubungan tak sedap antara Samsuddin Abdul Kadir dan Plt gubernur yang mencuat belakangan ini.
Isu itu dikuatkan dengan proses pelaksanaan asesmen jabatan eselon II di Pemprov tak melibatkan Sekprov, menyusul dugaan Plt Gubernur M. Al Yasin Ali menilai Samsuddin tak patuh kepadanya. Bahkan, molornya APBD 2024 juga salah satu pemicu keretakan hubungan keduanya.
Komentar