TALIABU-PM.com, Merasa dirugikan atas putusan Pengadilan Negeri Bobong, terkait sengketa lahan pasar Desa Nggele, Kecamatan Taliabu Barat Laut, Kabupaten Pulau Taliabu (Pultab), Aliansi Masyarakat Nggele menggelar aksi mosi tidak percaya terhadap putusan PN Bobong, di depan kantor PN Bobong, Senin, (16/9/2019).
Koordinator lapangan (Korlap), Muhammad Azhar saat menyampaikan orasinya mengatakan, PN sebagai institusi penegak hukum, seyogyanya berada pada garis terdepan dan menjadi ujung tombak dalam menegakkan keadilan. Warga menginginkan penegakan keadilan sesungguhnya, namun kepercaan masyarakat Pulau Taliabu terhadap PN Bobong mulai runtuh ketika putusan itu dikeluarkan.
“Optimis masyarakat Pulau Taliabu mulai runtuh dan terkikis setelah PN Bobong perkara sengketa lahan masyarakat desa Nggele dengan H. La Musa yang tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan,” katanya dalam orasi.
Kata dia, dari fakta-fakta yang terungkap di peridangan, sangat jelas bahwa pihak penggugat, tergugat, dan keterangan para saksi memiliki pandangan yang sama, bahwa lahan yang di sengketakan telah dijual kepada masyarakat desa Nggele dengan harga 100 kg cengkih kering, namun yang terbayarkan dan telah diterima pihak penggugat berjumlah 65 kg cengkeh kering, dari sisa jumlah tersebut 35 kg cengkih kering, ini merupakan kewajiban masyarakat desa Nggele, dalam hal kades untuk melunasinya.
“Untuk itu, kami meminta Pengadilan Tinggi Ternate dan Komisi Yudisial untuk memeriksa, mengadili dan memberikan sanksi yang seberat-beratnya kepada hakim yang tidak objektif memutuskan sengketa lahan desa Nggele,” katanya.
Pihaknya juga mendesak kepada Bupati Pulau Taliabu untuk segera mencopot Kabag Hukum yang terkesan mengabaikan instruksi bupati dan meminta bupati, disprindagkop dan bagian hukum sebagai tergugat II, agar segera mengambil langkah-langkah hukum yang strategis. “Meminta Kadis Perindagkop untuk segera meresmikan penggunaan pasar desa Nggele,” katanya.
Terpisah, Wakil Ketua PN Bobong, Dedy Wijaya Susanto kepada awak media di ruang kerjanya menjelaskan, putusan hakim telah mempertimbangkan bukti-bukti yang diserahka oleh kedua belah pihak, sehingga dalam putusan, hakim melihat bukti siapa yang paling kuat. “Seperti yang kita ketahui, dalam suatu perkara pasti ada satu pihak yang kurang puas, untuk itu dalam persidangan, hakim sudah melaksanakan upaya hukum perdamaian, sebagaimana di tuangkan dalam Perma No 1 tahun 2016, itu sudah prosedur tetapnya dan itu sudah dijalankan dan masing-masing pihak bertahan terhadap pendiriannya masing-masing,”ujar Dedy.
Seraya menambahkan, bahawa masih diberi kesempatan bagi pihak yang tidak puas dengan putusan, boleh mengujinya ke pengadilan yang lebih tinggi. “Di tingkat banding kalau menang, memungkin lawannya yang kalah, pasti melakukan upaya hukum lagi, itulah sistem hukum kita,” katanya. (red)
Tinggalkan Balasan