WEDA-PM.com, Anggota DPRD Fraksi PDI Perjuangan, Nuryadin Ahmad menegaskan, polemik beda pendapat terkait dengan APBD 2022, adalah hal yang lumrah dalam pengambilan keputusan politik anggaran di DPRD. Perbedaan itu dijamin undang-undang maupun diatur dalam tata tertib DPRD.
“Jadi saya kira publik tidak perlu terlalu mendramatisir perbedaan ini,” tegas Nuryadin, kepada poskomalut.com, Selasa (22/2/2022).
Politisi PDIP ini meluruskan opini publik yang menjustice bahwa ada kubu DPRD mendukung keinginan pemda terkait permintaan adanya penyesuaian kembali RAPBD 2022 pada komponen pendapatan dan belanja daerah. Dan, ada kubu yang tidak mendukung atau menolak.
Menurut Nuryadin, hal tersebut narasi yang tidak logis dalam hubungan sisitem kemitraan pemda.
Pasalnya, dalam ketentuan undang-undang 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, mengisyaratkan bahwa, DPRD, kepala daerah, wakil kepala daerah berada dalam satu kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Dengan kata lain, perpanjangan tangan pelaksanaan regulasi di daerah untuk melakukan pelayanan pembangunan dan kemasyarakatan. Karena itu, dalam peraturan pemerintah nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah ditegaskan, RAPBD disusun oleh bupati dan disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dan diputuskan bersama.
“Ini poin penting kedudukan hukum yang harus dipahami bersama terkait alur penyusunan dokumen RAPBD. Sebab sampai saat ini, APBD masih bersifat ranperda. Walaupun sudah diparipurnakan pada 27 November 2021. Karena ranperda RAPBD itu bisa ditetapkan menjadi perda APBD setelah mendapatkan evaluasi dari pemerintah provinsi,” jelas Nuryadin.
Pada konteks ini, perlu disampaikan bahwa, dengan dasar kesadaran hukum terkait kewenangan masing-masing lembaga, maka bupati menyampaikan surat kepada DPRD melalui pimpinan terkait dengan permintaan penyesuaian kembali RAPBD 2022 khususnya pada komponen pendapatan dan belanja daerah dengan dasar estimasi objek pendapatan baru yang bersumber dari retribusi IMTA, PPJ, Galian C, IMB, PBB P2, BPHTB sebesar Rp 100 miliar.
Selain itu, ada sejumlah estimasi potensi pendapatan yang bersumber dari PNBP yaitu porsi 32 persen royalty, deadreant dan porsi 90 persen dari sumber PBB P3 sebesar Rp. 401 miliar. Sehingga total keseluruhan permintaan penyesuaian pada komponen pendapatan daerah sebesar Rp 501 miliar sebelum dilakukan evaluasi oleh pemprov dan sebelum ditetapkan menjadi perda APBD.
“Tentunya dari aspek tahapan penyusunan dan pembahasan telah kita lalui. Tetapi dari aspek formil maupun materil, substansi RAPBD masih ada ruang untuk diambil keputusan untuk dilakukan penyesuaian struktur APBD. Sebab, sandaran yuridisnya adalah APBD menjadi tugas pokok pemda dan DPRD untuk menyusun, membahas dan menetapkan,” papar Nuryadin.
Tentu, kata Nuryadin, DPRD sebagai lembaga representasi rakyat yang dipilih lewat partai politik, maka setiap fraksi akan memiliki pandangan dan sikap politik tersendiri. Karena itu, atas nama fraksi PDI Perjuangan berpendapat menyetujui adanya penyesuaian anggaran pada komponen pendapatan karena ada beberapa alasan yang mendasar.
Berikut alasannya, dalam PP nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah mengisyaratkan bahwa seluruh potensi pendapatan harus dimasukan secara bruto dan ditetapkan dalam RAPBD sebagai penerimaan dan pengeluaran daerah. Pasal 24 ayat 1 dan ayat 7 PP 12 Tahun 2019.
Selanjutnya, bahwa penetapan target pendapatan daerah dalam RAPBD adalah sifatnya asumsi dengan dasar proyeksi potensi rill sumber pendapatan yang setiap saat akan dilakukan evaluasi. Alasnya berikut adalah penyesuaian pendapatan berada pada Komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang semula Rp152 Miliar berubah menjadi Rp. 600 miliar, dan bukan pada pendapatan transfer dan DBH sehingga tidak bertentangan dengan PP 12 tahun 2019.
Dengan adanya penyesuaian target pendapatan daerah yang awalnya Rp1 triliun lebih menjadi Rp1,6 triliun. Fraksi PDI Perjuangan melihat bahwa 67 persen adalah belanja publik pada komponen belanja modal.
“Karena itu, kami bersikap menyetujui penyesuaian kembali RAPBD karena APBD kita berpihak pada kepentingan rakyat, khususnya pada sektor peningkatan infrastrukur dasar masyarakat dan pemberdayaan ekonomi,” ucapnya.
“Saya juga menyarankan kepada pimpinan DPRD supaya dapat menetralisir polemik soal APBD ini, sehingga tidak ada persepsi publik soal kubu mendukung dan Kubu Tidak mendukung,”sambungnya.
Nuryadin mengatakan, mekanisme pengambilan keputusan yang diatur dalam tatib DPRD telah dilalui dan telah menjadi keputusan lembaga yang harus kita hormati dan kita kawal bersama.
“Karena saya kira masih ada forum dan mekanisme di DPRD yang akan kita gunakan untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja pemda sebagai pelaksana teknis,” terang mantan ketua DPRD ini.
“Program dan kegiatan yang ditetapkan dalam RAPBD, menurut saya APBD adalah dokumen perencanaan yang setiap saat akan kita evaluasi,” katanya melanjutkan.
Secara fraksional, pihaknya memberikan apresiasi terhadap optimisme pemda dalam menetapkan target PAD yang besar dengan penuh keyakinan, dan kalaupun dalam realisasi capaian pada triwulan I, II dan III nanti akan dilakukan evaluasi.
“Dan seandainya target pendapatan tidak dicapai maka harus ada penyesuaian kembali pada perubahan pendapatan supaya kita bisa menetralisir potensi defisit berjalan sehingga siklus APBD kita tetap berada pada posisi yang stabil,” tukasnya.


Tinggalkan Balasan