TOBELO-pm.com, Puluhan mahasiswa bersama Komite Petani Halmahera Utara (Kopra) berunjuk rasa menolak surat edaran Nomor 503/ 131 yang dikelurkan Bupati Frans Manery.
Aksi berlangsung di depan kantor bupati, Rabu (12/2/2025).
Staf Ahli Bupati Halmahera Utara (Halut) Bidang SDM, Pendidikan dan Kemasyarakatan, Wenas Rompis mengatakan, surat ederna tersebut berisi tentang dukungan program hirilisasi sektor pertanian sebagai program strategis nasional, dan pembatasan penjualan buah kelapa keluar daerah.
Wenas menyampaikan akan ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Seperti tahapan sosialisasi keseluruh desa di Halmahera Utara, namun karena keterbatasan waktu, bupati mengambil langkah untuk tanda tangani surat edaran tersebut.
Apabila hasil sosiaslisai kemudian mendapat penolakan atau tidak seirama dengan keinginan masyarakat, nanti dipertimbangkan kembali.
“Menurutnya, surat edaran yang dikeluarkan bupati dan sudah ditandatangani itu belum resmi, karena masih ada tahapan sosialisasi,” ucap Wenas kepada masa aksi.
Edaran itu kata Wenas bukan hanya untuk kepentingan PT NICO saja. Sebab pembeli korpa bukan hanya perusahaan tersebut.
Banyak pengusaha pengusaha kecil yang membuat penampung kelapa baik dibeli dan membuat arang dari tempurung kelapa di Galela dan Kao.
“Oleh karena itu Pemda Halut berkepentingan untuk melindungi, bukan hanya PT NICO. Jika kepala atau kopra yang bisa dijual di Halut kenapa harus jual keluar dari Halut,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menambahkan, bahwa harga kopra saat ini di harga Rp15,300 per kilo. Sedangkan buah kelapa mencapai harga Rp2,500.
“Maka bisah dibilang warga Halut semua senang dengan adanya harga saat ini,” cetusnya.
Sementara, korlap aksi, Edren Trismi mengatakan jika kehadiran mereka tidak ditindaklanjuti Pemda Halut, akan akan ada unjuk jilid II dengan masa lebih banyak.
Ia menyebut masa aksi menyesali penyampaian staf bupati, Wenas Rompis. Demonstran mengaku tidak puas dengan jawaban pemerintah.
“Hal ini juga akan menyebabkan petani kehilangan hak untuk menentukan harga jual yang layak dan membuat UMKM bergantung pada ekspor kepala,” cetusnya.
Mereka mendesak Bupati Halut segera mencabut surat edaran nomor 503/131. Masa aksi juga menolak monopoli kelapa, karena petani bukan buruh perusahaan.
“Kami juga menolak pembatasan penjualan buah kelapa ke luar Halut,” tegasnya.
Tinggalkan Balasan