poskosport, Wakil Manager Malut United, Asghar Saleh angkat bicara terkait polemik status stadion Gelora Kie Raha.
Menurutnya, saat MoU untuk kepentingan renovasi di buat awal tahun 2024, status GKR adalah milik Pemkot sebagaimana penjelasan yang didapat PT Malut Maju Sejahtera.
“Kami lakukan renovasi karena GKR diklaim sebagai aset Pemkot Ternate, Kita berani keluarkan dana besar karena ada penjelasan Pemkot dan semua di atur dalam MoU. Soal belum adanya sertifikat kepemilikan, seharusnya jadi kewenangan Pemkot karena ini aset mereka,” jelas Asghar dalam rilis yang diterima poskosport, Senin (18/8/2025).
Ia menambahkan semua biaya renovasi murni menggunakan dana PT MMS. Tak ada sepeser pun dana pemerintah yang digunakan.
”Tujuan kami renovasi adalah untuk bermain di Ternate. Kami ingin Malut United pulang ke rumahnya di Maluku Utara. Sejak awal kan tim ini dibentuk untuk membahagiakan warga yang butuh tontonan sepakbola. Biar Malut United jadi kebanggaan,” tambahnya.
Malut United juga memiliki visi dan rencana besar untuk membangun sepakbola di level usia dini. Saat ini Training Ground sedang dibangun.
Sudah 90 persen proses kerjasama dengan Benfica Portugal yang merupakan akademi sepakbola nomor satu di dunia. Tahun depan mulai berjalan akademi Malut United yang berusia 8-12 tahun.
“Prioritas kita ke anak yatim piatu dan mereka yang tidak mampu. Targetnya harus ada anak Maluku Utara yang bermain di kompetisi Eropa. Jadi bukan cuma tentang Liga 1. Ini tentang sepakbola yang bersaing di level dunia,” kata Asghar.
Dulu aset ini tidak terurus. Penuh semak belukar. Rumputnya seperti kubangan kalo hujan. Tribunnya mau roboh. Tak ada satu pihak pun yang mengklaim ini miliknya.
“Mengapa setelah kami bangun, jadi bagus dan digunakan tiba-tiba jadi masalah. Ke mana mereka selama ini yang hari ini menyulut polemik?,” tanya Asghar.
Di level nasional, stadion GKR hasil renovasi selalu dipuji publik sepakbola tanah air sebagai salah satu stadion dengan kualitas terbaik. Nama Ternate dan Maluku Utara terdongkrak dan jadi salah satu destinasi sepakbola nasional.
Ironisnya, di Ternate, perdebatan soal GKR justru terus dipertanyakan.
“Kami tak ingin GKR jadi motif politik. Tak ada urusan kami dengan politik. Malut United hanya fokus mengurus sepakbola,” tegasnya.
Soal SLF dan PBG, dokumen ini akan tetap didaftarkan sesuai proses jika status kepemilikan sudah diterbitkan oleh pihak yang berwenang.
“Kita tidak bisa mengurusnya saat ini karena kendala ase,” jelas Asghar.
Ia menambahkan saat proses awal MoU, pihaknya ingin GKR segera direnovasi karena Malut United butuh kandang untuk bermain di Liga 1 sejak musim lalu.
Renovasinya juga dilakukan secara cepat. Karena itu, ia berharap semua dokumen untuk aspek legal Gelora Kie Raha bisa diselesaikan secepatnya.
Ia juga sangat menyesalkan munculnya polemik yang membawa nama PT MMS dan Malut United seolah olah ada unsur kongkalikong dalam proses renovasi.
“Kami sangat rugi kalo berhitung finansial. Tak ada keuntungan apapun sejak Gelora selesai direnovasi. Main di Ternate juga butuh biaya yang sangat besar. Tapi kita memilih bermain disini karena ingin daerah ini punya kebanggaan bersama,” tegasnya.
Ia memaparkan “Sejak Gelora Kie Raha digunakan, yang muncul selalu polemik yang merugikan Malut United. Tak ada dukungan dari siapapun. Kalau kondisi seperti ini terus berlanjut dan mengganggu kenyamanan tim, opsi keluar dari Ternate adalah pilihan paling rasional. Pemain butuh fokus. Tim butuh dukungan tanpa batas. Jika hal seperti tidak ditemukan di Ternate maka untuk apa Malut United ada di sini?.”
“Manajemen lagi lakukan evaluasi, bisa jadi kami pindah ke Ambon. Sponsor tim juga saat ini dari Maluku. Soal biaya renovasi yang mencapai puluhan milyar biarlah jadi kerugian kami. Kami pindah karena merasa tak ada dukungan dari pemerintah maupun masyarakat,” tandas Asghar.
Tinggalkan Balasan