TERNATE-PM.com, Salah satu program Kementrian Sosial (Kemensos), yaitu Bantuan pangan Non Tunai (BPNT), diduga ada penyelewengan anggaran yang dilakukan oleh perusahan yang menjadi rujukan dari kemensos RI.

Maluku Utara sesuai data dari Dinas Sosial Provinsi Maluku Utara pada 2020, kurang lebih berjumlah 71.000 Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Berdasarkan jumlah penerima manfaat diperkirakan sekitar 20 ribu sekian yang tidak  mengantongi Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).

Sehingga secara hukum masyarakat atau keluarga penerima manfaat sangat dirugikan, sebab Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) tak dapat diterima selama kurang lebih satu tahun. Dengan nilai pagu (Saldo) bantuan senilai Rp. 150.000 per Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Hal tersebut pun telah dibenarkan oleh Dirfan Susanto, selaku supplier Perusahaan Cv. Akbar Farai, yang secara regulasi mendapatkan Rekomendasi Penyaluran diseluruh kabupaten/kota dalam wilayah teritorial Provinsi Maluku Utara

Dirfan Susanto saat diwawancarai, Senin (13/4) mengaku, penerima bansos melalui PBNT, untuk di Maluku Utara sejauh ini diduga ada penyelewengan berdasarkan data wajib penerima PBNT yang dibawah Cv Akbar Farai melakukan penyeluran hanya  di empat Kabupaten dan itu tidak semua, diantaranya Taliabu, Halsel, Tikep Kepulauan sebagian dan Kota Ternate di Kecamatan Moti dan Batang Dua.

Sementara berbicara soal KPM Maluku  Utara itu sendiri sebanyak 51.000 penerima KPM di tahun 2019 dan ditahun 2020 naik menjadi  71.000 sekian, begitupun dengan jumlah pagu  ada kenaikan. 

“Untuk Januari-Desember 2019 itu pagu sebesar Rp 110.000 per satu wajib penerima KPM, sementara Januari-Maret 2020 pagunya naik menjadi Rp 150.000 per wajib penerima KPM, dan saat ini dengan adanya Covid-19 maka pagu bakal ada kenaikan lagi menjadi Rp 200.000 per wajib penerima KPM,” katanya.

Ia mengaku, untuk penyaluran di lapangan tidak sesui pedoman umum program sembako (pedum) karena distribusi berdasarkan Harga eceran tertinggi (HET) secara nasional itu bersar Rp 13.600 per kilo gram, sementara telur per butir Rp 2500, jika dikalkulasi dengan satuan pagu yang diterima wajib KPM, maka masih ada sisa uang, jadi sisa uang itu bukan kami yang ambil. “Yang permainkan penerima itu ada di perangkat bawah, pertama Briling,” katanya.

Di lapangan ditemukan wajib penerima KPM itu dari Rp 150.000 dan ada potongan sebesar Rp 12.000 per wajib penerima itu dilakukan oleh Briling bank yang menjadi rujukan kerjasama, di Maluku Utara diantaranya Bank BRI dan BNI. Ia mengaku, dari wajib penerima PKM sebagian tidak mendapatkan kartu KKS, agar dapat mengambil sembako di Bliling yang telah ditetapkan BANK untuk pengambilan sembako.

“Data penerima wajib PKM di tahun 2020 besanyak 71 ribu lebih, ternyata bebanyak 20 ribu sekian tidak mengantongi kartu KKS secara otomatis merugikan penerima manfaat karena dia tidak bisa mengambil penerima bantuan itu. Persoalan 20 ribu yang tidak mengambil itu, bukan persoalan mereka tidak mau mengambil, tetapi ini menjadi kewenangan Bank untuk menyalurkan kartu KKS kepada wajib penerima PKM, karena Bank telah melakukan kerjasama dengan Kemensoso, dalam hal ini BNI, BRI dan Mandiri,” tuturnya. (cha/red)