TERNATE-pm.com, Launcing Kelurahan Dampingan Eco Bhineka Muhammadiyah Maluku Utara di Kelurahan Sulamadaha, RT01, Dusun Tabanga dikemas dengan dialog keberagaman dan kebudayaan lintas iman, Jum’at (4/10/2024).

Dialog tersebut turut dihadiri Pemuda GKPMI, Wanita Peduli Lingkungan Tabanga (Wapeuli), Disaster Menagement Center (DMC), AMGPM Kota Ternate, Siswa dan Guru SMA 6 Kota Ternate, Siswa SMP 2 Muhammadiyah Kota Ternate.

Wakil Ketua Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Wilayah Muhamamdiyah (PWM) Maluku Utara, Ichlas Yudha Pramono menyampaikan, Muhammadiyah tetap eksis dan konsisten dalam merawat kerukunan umat beragama melalui jalur pendidikan.

Muhammadiyah sangat konsisten dan menyakini bahwa memperlakukan sesama manusia harus sama tanpa memandang latar belakang.

“Bicara keberagaman kebudayaan dalam bingkai rasai se bobaso ini diartikan seperti saling asah, asuh, dan asih. Yang di mana saling menggasah meningkatkan keimanan kita dan nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan,” ujar Ichlas Yudha Pramono.

Lanjutnya, tujuan dari kegiatan ini dilaksanakan, menjadi sarana silaturahim lintas iman, bersama membangun serta memperkuat toleransi umat beragama di Kota Ternate.

Senada, Manager Program Eco Bhinneka Muhammadiyah Maluku Utara, Usman Mansur menyampaikan, selain dari itu dapat membangun sistem kolaborasi dalam jangka waktu panjang.

Adapun tujuan Tabanga sebagai dusun pendampingan untuk kampung percontohan moderasi beragama dan lingkungan, sehinga bisa menjadi role model bagi kelurahan lainnya.

“Kegiatan Eco Bhineka Muhamamdiyah Maluku Utara kali ini dilaksanakan dengan bertajuk keberagaman dan kebudayaan dalam bingkai bobaso se rasai atau mengimplementasi nilai bobaso se rasai dalam menjaga kerukunan umat beragama,” ucapnya.

Sementara, Pendeta Yonas Leleury menyampaikan, bagaimana peran gereja dalam menjaga kerukanan umat beragama di Kota Ternate.

“Berbicara soal gereja itu kita berbicara tentang sekumpulan orang-orang terpercaya Allah di dalam yesus krestus, dan misi utama gereja itu bagaimana memberitakan injil tentang kabar baik bagi semua ciptaan. Injil atau kabar itu tita yang menuntun orang kepada kebebasan, keadilan, kebenaran dan juga kesejahteraan bagi semua,” tuturnya.

Ia menyebut, dalam tesisnya berkaitan dengan relasi agama, melihat waktu pasca peristiwa konflik 1999  di Maluku dan Maluku Utara, ternyata budaya lokal sangat melemah dan indikasi agama sangat kuat.

“Kita punya budaya misalnya di Maluku punya budaya Bela Gandong itu kekuatan, tetapi mengapa terjadi konflik, karena penidetifikasi agama pada kelompok-kelompok tertentu,” cetusnya.

Salah satu hal yang sangat penting yaitu dialog, menjadi pintu masuk dalam membangun kehidupan beragama, perjumpaan agama tidak hanya berlangsung secara formal sosial budaya.Tetapi, berbagai nilai dan harus perjumpaan secara intens, karena nilai luhur agama itu yakni kemanusiaan.

“Melalui sharing berbagai nilai ini akan menjadi penerimaan saling memiliki, ketika kita menjadi kristen kita merasa tidak cukup jika tidak ada basudara yang berbeda agama. Kita tidak akan bisa mengenal saudara kita apabila kita tidak ada dalam perjumaan, perjumpaan atau dialog itu menjadi pintu masuk didalm kita membangun relasi,” ujarnya.

Di lain sisi, Gunawan Rajim, Jou Hukum Soa Sio, menyampaikan, Kesultan Ternate merumuskan satu konsep bala kusu se kano-kano. Bala mengartikan rakyat. Kusu: golongan orang Islam. Kano-kano: golongan selain dari Islam.

Konsep itu seperti tanaman alang-alang yang disampingnya tumbuh tumbahan lain, disebut dengan kano-kano.

Maka secara realita kehidupan orang muslim terdapat juga orang nasrani, demikian sebaliknya yang hidup secara berdampingan tanpa mengangu satu sama lain.

“Dalam kehiduapan bermasyarkat kita ada kusu se kano-kano yang saling menjaga, menghormati dan menghargai yang melahirkan nilai bobaso se rasai. Dalam diri manusia itu terdapat rasa (bobaso), perasaan (rasai), Jika kita tidak punya rasa maka tidak melahirkan perasaan,” pungkasnya.

RiV
Editor