TERNATE-pm.com, Polda Maluku Utara menepis sidang kode etik profesi yang dipersoalkan ibu Bhayangkari, Andriani.
Plh Kabid Propam Polda Malut, AKBP Syamsul Alam mengatakan, sidang kode etik ini terkait dengan laporan Andriani atas dugaan perselingkuhan dilakukan Bripka RT.
Syamsul menyampakain, dugaan perselingkuhan ini terjadi sejak Februari 2021 silam dan dilaporkan pada Oktober 2024 lalu.
“Di tahun 2021 saat itu, sudah diselesaikan oleh pak Kapolres Halmahera Tengah (Halteng) saat itu, berdasarkan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 8 tahun 2018. Bahkan di tahun tersebut sudah dibuatkan kesepakatan tertulis dan ditandangani,” kata Syamsul, Jumat (14/2/2025).
Terkait bukti-bukti dan rekaman yang tidak diputar saat sidang kode etik, seperti diinginkan ibu Bhayangkari itu, Syamsul mengaku, karena pimpinan komisi dan anggota yang menjalani sidang tidak bisa keluar dari materi tuntutan yang telah disiapkan selama pemeriksaan.
“Berkas tuntutan yang kita (komisi) pelajari dan berdasarkan Perpol Pasal 31, sebenarnya sudah kadaluarsa. Namun, kita harus memberikan kepastian hukum sehingga disidangkan dengan melihat locus dan tempus delicti atau tempat serta waktu kejadiannya saat itu. Makanya, pertimbangan untuk yang bersangkutan dapat memperbaiki,”jelasnya.
Ia menegaskan, pihaknya tidak bisa memberikan hukuman berat kepada Bripka Risal, karena baru melakukan pelanggaran disiplin lebih dari satu kali atau belum lebih dari tiga kali.
“Jadi penjatuhan hukuman kepada Bripka RT dengan putusan yang pertama minta maaf. Kedua, pembinaan selama satu bulan dan ketiga patsus (penempatan khusus) selama 30 hari sudah sangat berat. Tidak sembarangan seorang polisi mendapat patsus 30 hari, karena itu sangat berat,” tegasnya.
Dengan rangkaian itu, Syamsul menyatakan, sebagai ketua komisi sidang kode etik tidak bisa menyimpulkan 100 persen masuk kategori perselingkuhan.
Sehingga apa yang disampaikan Andriani, komisi tidak bisa melebar kalau tidak disajikan oleh penuntut. Karena apa yang disajikan berdasarkan standar operasional berita acara pemeriksaan (BAP).
“Sebagai komisi bertiga orang yang memimpin sidang, berembuk dan melihat berbagai pertimbangan sehingga menjatuhkan hukum itu. Kalau serta merta merujuk Perpol Nomor 7 tahun 2022 maka harus kembali ke Perpol yang lama tahun 2014 dan itu harus mempelajari kembali. Kalau dilihat juga, dari tahun 2021 sampai 2024, keduanya masih menjalani rumah tangga hingga mendapatkan tambahan 1 anak,” tuturnya.
“Kemudian soal pelanggan sebelumnya sudah dilakukan Bripka RT, yakni sanksi disiplin karena KDRT, putusan etik atas pelanggaran tidak melaksanakan tugas dan terkahir perselingkuhan, seperti disampaikan Andriani, baru terhitung 2 kali pelanggaran, sebab yang ke 3 dengan laporan perselingkuhan ini jika dihitung yang ke 3, apabila pelanggarnya sudah 4 kali,”sambungnya.
Selain itu Syamsul juga menjelaskan, selanjutnya terkait dengan bukti yang tidak diputar seperti permintaan Andriani itu, karena komisi berdasarkan tuntutan penuntut.
Disentil soal janji salah satu anggota Propam kepada Andriani terkait pemutaran rekaman dan penunjukan bukti pada saat sidang.
Syamsul mengatakan, itu tergantung komisi. Karena dalam sidang, mempunyai hak sepenuhnya adalah komisi yang memimpin sidang.
“Soal perjanjian itu, kami komisi punya hak sebagai pimpinan sidang. Karena kami juga tidak boleh keluar dari aturan dan ketentuan. Pada intinya sidang ini sudah selesai dan dapat memberikan kepastian hukum,”pungkasnya.
Tinggalkan Balasan