Kawasi merupakan satu dari 249 desa di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara yang masuk dalam kawasan Proyek Strategi Nasional (PSN).

Hasil alam Desa Kawasi berkontribusi besar terhadap pertumbahan ekonomi Indonesia.

Menurut data statistik Februari 2024, Kawasi dihuni 208 Kepala Keluarga (KK), terdiri dari 971 jiwa. Terdapat dua sub-etnik yakni Tobelo dan Galela mendiami kampung tertua di Kecamatan Obi itu.

Namun, pola kehidupan warga di Kawasa tidak lagi seperti masa lampau, ketika industri ekstraktif masuk bercokol.

Aktivitas sebagian dari warga setempat terkonversi menjadi pekerja atau masyarakat industri.

Tempat hiburan malam, prostitusi, minuman keras serta judi sudah menguasai seluruh kawasan desa penghasil jutaan ton nikel tersebut.

Semua itu seakan luput dari pengawasan pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum. Bahkan, Kepala Desa Kawasi, Arifin Saroa diketahui memiliki salah satu tempat hiburan di kampungnya.

Dari penelusuran poskomalut, ditemukan sejumlah fakta yang mengejutkan. Tempat hiburan malam, prostitusi bahkan areal perjudian begitu bebas sepanjang jalan Desa Kawasi. Situasi ini menggambarkan keadaan yang seolah baik-baik saja. Orang-orang menjual moral di depan umum.

Para pekerja tambang (pun) terpaksa masuk ke dalam sistem atau lingkaran setan yang terbangun rapih.

Hukum dan pengawasan pemerintah seakan tidak berlaku di Desa Kawasi. Hampir semua pihak diduga terlibat dalam praktik amoral.

Pertanyaannya, siapa yang paling diuntungkan dan dirugikan dari sisi gelapnya kehidupan malam di kampung Kawasi?

Ada kurang lebih sembilan bangunan yang menjadi tempat hiburan malam. Satu rumah dijadikan panti pijat. Sementara tempat perjudian bisa dijumpai di tempat terbuka.

Di sisi lain, Desa Kawasi sudah menjadi lumbung pemasok Bahan Bakar Minyak (BBM) ilegal. Nilainya ditaksir mencapai puluhan ton. Diangkut menggunakan kapal kecil dari Seram dan Ambon Provinsi Maluku.

Pada 9 Maret 2024, jurnalis poskomalut sempat bertemu dengan salah satu nahkoda kapal, La Ode Asri. Pria 35 tahun itu berasal dari Seram Barat, Dusun Air Pepaya, dengan bebas mengangkut dua ton BBM subsidi yang dipasok dari Desa Waitomu, Kecamatan Lehitu, Kota Ambon, Provinsi Maluku.

Ditelusuri lebih jauh, La Ode ditemani tiga temannya; Aceng (29) Irman (21) dan Rusdi (38). Ketiga rekan La Ode ini berasal dari Dusun Eli Seram Barat.

Keempat pria ini terhitung sudah sepuluh kali memasok BBM ke Desa Kawasi, menggunakan kapal perahu bermuatan empat ton. BBM dikemas/diisi dalam jerigen berukuran 20 hingga 35 liter.

“Belinya di Desa Waitomu. Setelah itu kami kembali ke Seram untuk jemput penumpang tambahan yang mau ke Desa Kawasi,” ungkap La Ode.

Ia merinci, BBM dibeli dengan harga ecer yang bervariasi mulai dari Rp5,000 sampai Rp5,500 per liter. Bahkan sering diberi harga Rp6,000 dan dipasarkan ke Desa Kawasi dengan harga Rp9,000 per liter.

Di tempat penyelundupan BBM ilegal, kempat warga Seram mengaku di-backup oknum aparat penegak hukum, meluaskan aksi mereka masuk keluar Desa Kawasi.

La Ode dengan alasan keamanan atas dirinya beserta tiga temannya, terpaksa tidak mau mengungkap identitas oknum aparat tersebut.